Scroll untuk baca artikel
Kolom

Demokrasi atau Democrazy, Kasus Indonesia dan Amerika

Redaksi
×

Demokrasi atau Democrazy, Kasus Indonesia dan Amerika

Sebarkan artikel ini

AMERIKA Serikat yang telah memiliki infrastruktur dan kultur demokrasi yang mapan ternyata juga tidak lebih baik dari Indonesia. Demokrasi dalam pemilu paling mutakhir di Indonesia dan Amerika Serikat sama-sama menyebabkan perpecahan anak bangsa dan juga menyuburkan hoaks.

Kenapa bisa begitu? Rupanya presiden terpilih sama-sama tidak bisa (mungkin malah sengaja) mengakrabkan warga bangsanya usai pemilu.

Dalam kasus di Amerika, Donald Trump yang terusir dari Gedung Putih malah mengobarkan perlawanan dan puncaknya, pada pendukung serta simpatisan menggeruduk Gedung Capitol. Kasus persidangannya masih berjalan dan selangkah lagi bisa menyeret Trump menjadi pesakitan.

Untuk kasus di Indonesia, pun sama saja. Setelah Pilpres, seharusnya pemenang merangkul warganya yang sempat terpecah. Rupanya salah diagnosis. Masuknya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ke dalam kabinet mungkin awalnya diharapkan akan menekan oposisi.

Ternyata anggapan itu salah, Prabowo dan Sandi saat masuk kabinet ternyata hanya bawa lokomotif plus gerbong restorasi (kereta makan). Sementara penumpang yang berisi habib, emak-emak militan dan aktivis memisahkan diri dengan memutus pengait gerbong.

Upaya Pemerintah untuk meredam oposisi pun tak berhasil. Solusinya influencer diminta mempengaruhi opini publik dan mengarahkan isu. Itu juga tidak berhasil. Karena tidak juga mempan maka dipakailah buzzer yang kemudian dijuluki oposisi menjadi buzzerRP.

Lagi-lagi tidak berhasil. Kehadiran buzzerRP dalam berbagai platform justru membuat bangsa Indonesia semakin terpecah. Keakraban antarwarga tidak ada lagi. Warga saling curiga, saling tuduh dan saling fitnah yang berujung saling mengadu ke polisi. Pendukung Pemerintah banyak yang selamat sementara kelompok oposisi lebih banyak masuk bui.

Kasus Amerika

Buntut pemilu di Amerika Serikat juga dirasakan sampai sekarang. Malah sampai menyeret saluran televisi Fox News, milik keluarga kerajaan media Rupert Murdoch. Televisi ini memang menjadi corong utama Presiden Trump. Tidak tanggung-tanggung Fox News Corporation, induk perusahaan itu sampai digugat $1,6 miliar.