Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Terkini Lingkungan

Gaya Hidup Rendah Karbon dalam Mengolah Sampah

:: Ananta Damarjati
9 Mei 2021
dalam Lingkungan
Gaya Hidup Rendah Karbon dalam Mengolah Sampah

Ilustrasi: Waste4change.

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

BARISAN.CO – Ekonomi hijau dan pembangunan rendah emisi jelas merupakan istilah yang menarik belakangan ini. Ia jadi buzzword yang diucapkan mulai kepala negara sampai kepala daerah. Ia diupayakan serius oleh minoritas kreatif ataupun lembaga peduli.

Sayangnya, istilah yang terhimpun dalam gugus besar isu perubahan iklim ini masih terkesan elitis, juga terdengar agak teknokratik. Barangkali lantaran itulah ‘pembangunan rendah emisi’ lumayan gagal diterjemahkan sebagai aksi yang mudah dicerna akar rumput.

Namun, bukan berarti masyarakat tidak mengerti isu ini. Justru sebaliknya, bahkan sejak lama masyarakat telah terlibat aktif dalam upaya melindungi bumi dari ancaman perubahan iklim akibat meningkatnya efek gas rumah kaca.

Keterlibatan masyarakat itu boleh jadi tidak pernah terucap ataupun diorientasikan secara khusus untuk mengatasi perubahan iklim. Tapi, pelaku-pelaku ekonomi subsisten seperti pemulung misalnya, terbukti telah berhasil membentuk pola yang mendapat legitimasi sebagai praktik mengelola sampah yang ‘benar’ secara ekologis.

BACAJUGA

17 Tahun Berlalu, Dampak Lumpur Lapindo Masih Dirasakan Hingga Sekarang

17 Tahun Berlalu, Dampak Lumpur Lapindo Masih Dirasakan Hingga Sekarang

27 April 2023
Cara Korea Selatan Mendaur Ulang 96% Limbah Makanan

Cara Korea Selatan Mendaur Ulang 96% Limbah Makanan

6 Maret 2023

Sekurang-kurangnya sejak Orde Baru, pemulung telah dianggap berjasa terhadap kebersihan lingkungan lewat aksinya memilah-milah limbah organik dengan anorganik. Oleh Presiden Soeharto, bahkan pemulung diberi julukan ‘Laskar Mandiri’ atas kemampuannya menciptakan lapangan pekerjaan untuk diri sendiri.

Pemulung juga menjadi ujung tombak industri limbah. Dikutip dari Kompas yang merujuk buku Dinamika Ekonomi Informasi di Jakarta (CPIS, 1994), sampah pemulung dijual ke pelapak yang menjadi perantara tingkat pertama. Pelapak menjualnya ke pemasok yang bertugas menyalurkan bahan-bahan daur ulang kepada bandar.

Bandar lantas mendistribusi limbah kepada pemroses plastik yang akan mengolah limbah plastik menjadi bijih plastik siap jual. Rantai terakhir dari ekonomi sirkular ini adalah produsen plastik yang memanfaatkan bijih plastik sebagai bahan baku produksi.

Perilaku Mengolah Sampah Rumahan

Arti penting kerja-kerja pemulung akan demikian terasa jika kita melihat lansekap makro entitas limbah.

Bagaimanapun, limbah adalah masalah serius setiap bangunan rumah. Berdasarkan data Global Footprint Network, setiap rumah menghasilkan 25 persen limbah yang menyumbang 39 persen Gas Rumah Kaca (GRK).

Sementara itu secara kumulatif pada tahun 2018, Indonesia menghasilkan sebanyak 127.077 GgCO2e limbah—atau setara dengan 8% dari total emisi GRK nasional.

Grafik 1: Emisi Gas Rumah Kaca 2018 (GgCO2e)
Chart by Visualizer

Sumber data: Laporan GRK KLHK 2018.

Sisi pelik dari total jumlah limbah itu adalah sebab 29,72% (37.765 GgCO2e) di antaranya merupakan limbah padat domestik dan 18,44% (23.432 GgCO2e) merupakan limbah cair domestik.

Artinya, nyaris separuh limbah nasional datang dari rumah kita sendiri-sendiri. Angka limbah domestik itupun masih lebih tinggi dibanding limbah yang datang dari aktivitas industri.

Maka, adalah benar bahwa Indonesia punya masalah dengan limbah. Dibutuhkan peran semua pihak, mulai dari individu, rumah tangga, komunitas, pemerintah, hingga sektor industri untuk mengatasinya.

Grafik 2: Emisi Sektor Limbah 2000-2018 (GgCO2e)
Chart by Visualizer

Sumber data: Laporan GRK KLHK 2018.

Soal ini menjadi menarik jika dikaitkan dengan kesadaran beberapa minoritas kreatif dalam mengelola limbah. Sebutlah misalnya Waste4Change, Jakarta Recycle Centre, Beberes, Bulksource, Rekosistem, dan Rebest Indonesia, yang berinisiatif menyediakan jasa pengangkutan sampah.

Tidak sebatas mengangkut, mereka juga memiliki strategi jangka panjang dalam upaya mengelola limbah secara bertanggung jawab. Waste4change, semisal, bahkan memiliki program daur ulang, home composting, riset, sampai melakukan edukasi kepada publik terkait pengelolaan limbah baik domestik maupun industri.

Selain nama-nama di atas, ada pula startup yang mengembangkan aplikasi pengelolaan sampah seperti MallSampah (Makassar), Angkuts (Pontianak), dan JuruSampah (DIY), maupun eRecycle (Jabodetabek).

Kehadiran mereka senapas dengan gerakan-gerakan berbasis komunitas yang sudah eksis terlebih dahulu. Begitupun mereka juga menambah gaung dari praktik luhur ‘bank sampah’ yang pada 2019, menurut catatan KLHK, telah berjumlah sekitar 11.239 unit bank dan tersebar di 34 provinsi.

Ilustrasi: Shuterstock.

Kenapa pihak-pihak minoritas kreatif ini penting, adalah karena mereka berhasil menegaskan kembali bahwa ada nilai ekonomis dari limbah. Mereka tak sekadar mengangkut sampah untuk akhirnya teronggok sebagai benda tak berharga di TPA, melainkan menyikapinya sebagai benda yang dapat didaur ulang dan dimanfaatkan kembali.

Sebetulnya, pemerintah sudah membawa semangat daur ulang sejak ditetapkannya Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam Pasal 3 UU itu disebutkan: “Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.”

Dalam konteks ini, maka bukan tanpa alasan bahwa pemerintah wajib memberi dukungan. Bagaimanapun, peran fasilitasi pemerintah untuk memastikan praktik pengelolaan limbah yang bertanggung jawab teramat penting.

Apalagi, dengan fakta bahwa limbah di Indonesia selalu naik dari tahun ke tahun, itu menunjukkan betapa harus ada kebijakan yang tegas mengatur. Tentu saja pada gilirannya itu erat kaitannya dengan seberapa besar anggaran yang disediakan. Anggaran mengisyaratkan keberpihakan. Dan keberpihakan menegaskan komitmen.

Kajian Bappenas mengatakan, timbunan limbah akan dapat berkurang 21-54 persen pada 2030 jika praktik ekonomi hijau dapat digalakkan. Emisi GRK juga akan berkurang 7 persen.

Berita baiknya, Selasa (4/5/2021) beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo secara eksplisit bicara mengenai ekonomi hijau dalam arahannya di pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2021 di Jakarta.

Sekarang, dibutuhkan sinergi antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk menerjemahkan arahan Presiden. Selain itu kolaborasi antarstakeholders, baik state actors maupun non-state actors seperti sektor swasta dan masyarakat sipil, juga perlu diperkuat untuk mendukung kebijakan transisi menuju ekonomi hijau.

Ke depan, limbah yang dihasilkan masyarakat akan semakin banyak seiring pertumbuhan populasi. Jika ekonomi hijau tidak disikapi serius sejak sekarang, tidak sulit membayangkan bagaimana limbah akan menyulitkan masa depan kita. []

Topik: Emisi KarbonGas Rumah Kaca (GRK)Limbah DomestikLimbah Industri
Ananta Damarjati

Ananta Damarjati

Warga negara Indonesia, tinggal di Jakarta

POS LAINNYA

Daur Ulang Plastik Cuma Mitos
Lingkungan

Daur Ulang Plastik Cuma Mitos

7 Juni 2023
Air Minum Kemasan Botol Ternyata Tak Bebas dari Mikroplastik
Lingkungan

Air Minum Kemasan Botol Ternyata Tak Bebas dari Mikroplastik

6 Juni 2023
Media Tanam Alternatif
Lingkungan

Tinggal di Kota Jangan Panik, Inilah 6 Media Tanam Alternatif Pengganti Sekam Padi

5 Juni 2023
Mengenal Polusi Cahaya dan Cara Mengatasinya
Lingkungan

Mengenal Polusi Cahaya dan Cara Mengatasinya

3 Juni 2023
Dana Penghapusan Hutang AS
Lingkungan

Maraknya Dana Kejahatan Lingkungan, Dana Penghapusan Hutang AS untuk Konservasi Hutan Tropis Digugat

30 Mei 2023
Langkah Mengurangi Pemanasan Global Melalui Transportasi Umum
Lingkungan

Badan Energi Internasional Sebut Mobil Listrik Tak Bakal Menyelamatkan Iklim, Lho Kok Bisa?

20 Mei 2023
Lainnya
Selanjutnya
KH Sholeh Darat

28 Ramadan: Haul KH Sholeh Darat, Gurunya Ulama Tanah Jawa

Deretan Makanan Tinggi Kolestrol yang Perlu Dikurangi Saat Lebaran

Deretan Makanan Tinggi Kolestrol yang Perlu Dikurangi Saat Lebaran

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

kesetaraan
Kontemplasi

Kesetaraan

:: Ardi Kafha
10 Juni 2023

Kesetaraan

Selengkapnya
nyamuk dan golongan darah O

Kenapa Nyamuk Menyukai Golongan Darah O? Inilah Pejelasan Ilmiahnya

10 Juni 2023
Tenaga Asing IKN

Tenaga Asing Dipilih untuk Awasi Proyek IKN, Pemerintah Ragukan Anak Bangsa?

9 Juni 2023
Cak Imin vespa

Cak Imin Kasih Sinyal Merapat ke Anies, ‘Sama-sama Hobi Naik Vespa’

9 Juni 2023
Partai Masyumi

Partai Masyumi Tegaskan Dukungan Kepada Anies Baswedan

9 Juni 2023
Viral Seblak Rafael, Potensi Bisnis, Say! Berikut Kiat Suksesnya

Viral Seblak Rafael, Potensi Bisnis, Say! Berikut Kiat Suksesnya

9 Juni 2023
Dibawah Bayang – Bayang Cawe – Cawe

Dibawah Bayang – Bayang Cawe – Cawe

9 Juni 2023
Lainnya

SOROTAN

Dibawah Bayang – Bayang Cawe – Cawe
Opini

Dibawah Bayang – Bayang Cawe – Cawe

:: Isa Ansori
9 Juni 2023

SALAH satu tuntutan reformasi 1998 adalah adanya pemerintahan yang bersih, bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta terwujudnya negara yang...

Selengkapnya
nyali

Berani, Nyali atau Presiden Nekat?

8 Juni 2023
Pemberdayaan masyarakat berbasis theologis

Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Theologis, Berbasis Riset Dan Teknologi Informasi

7 Juni 2023
Formula E Ya Anies

Formula E Ya Anies

6 Juni 2023
Hakim MA, Demokrasi dan Pemilu 2024

Hakim MA, Demokrasi dan Pemilu 2024

6 Juni 2023
Mochtar Pabottingi dan Nawacita

Mochtar Pabottingi dan Nawacita

6 Juni 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang