Dan seiring dengan produksi pupuk kimia yang semakin besar tersebut, dihasilkan pula tanaman yang responsif pada pemupukan kimia. Akibatnya penggunaan pupuk kimia pun semakin meningkat dari hari ke hari. Kondisi seperti inilah yang secara langsung mengubah pola pertanian di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Setidaknya ditemukan 3penyebab utama mengapa petani dan masyarakat umum enggan untuk beralih kembali pada model pertanian organik. Pertama adalah sifat atau pola pikir petani itu sendiri. Para petani biasanya takut dengan inovasi baru karena hal itu berarti spekulasi atas usahanya. Kita semua paham bahwa usaha pertanian sangat rentan dengan perubahan cuaca dan input sarana produksi pertanian.
Salah penanganan berarti kegagalan panen dan itu berarti tamat sudah modalnya. Bukan hanya itu saja, gagal panen berati gagal makan. Kondisinya memang ironi dan terasa mencekam karena memang petani berada pada situasi rentan miskin. Faktor itu terjadi salah satunya juga karena didorong oleh kepemilikan lahan yang semakin menyempit.
Sehingga petani mau tidak mau harus menerapkan pola monokultur. Mereka dengan sendirinya tidak dapat menerapkan pola multikultur atau aneka komoditas dalam satu luasan lahan. Sebab jika dilakukan pola tanam tumpang sari atau polykultur maka dengan sendirinya tidak akan mencappai BEP (break event point) atau angka impas modal pada usaha pertaniannya.
Penyebab kedua adalah cetak biru pikiran masyarakat bahwa bertani itu harus di pedesaan. Bertani tidak dapat dilakukan di perkotaan karena di kota tidak terdapat lahan pertanian. Rumah-rumah di kota biasanya hanya menyisakan sedikit lahan itupun sudah difungsikan untuk hal lain. Padahal dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi kita dapat menerapkan model urban farming.
Bahkan pola ini efisien diterapkan tidak hanya sebagai gaya hidup tetapi juga ekonomis. Rata-rata orang tidak menerapkan model urban farming biasanya karena alasan tidak tersedianya pupuk organik. Kalau harus membeli terasa semakin tidak menyenangkan dan tidak efisien saja usaha tersebut.
Selanjutnya penyebab ketiga ini boleh dikata adalah penyebab utama dari lambatnya gerakan pertanian organik, yaitu bahwa petani atau masyarakat mengalami kesulitan dalam mendapatkan pupuk organik. Kesulitan tersebut karena pupuk organik bersifat bulky (volume dan berat massanya relatif besar)atau tidak simple saat pengangkutan dan pengaplikasian di lahan.
Kendala lain adalah bahwa pupuk organik tidak tersedia secara berkelanjutan setiap saat ketika petani secara mendadak membutuhkan. Berbeda dengan pupuk kimia yang tersedia setiap saat di toko-toko pertanian.