Scroll untuk baca artikel
Kolom

Inovasi, Kreatifitas dan Pendidikan

Redaksi
×

Inovasi, Kreatifitas dan Pendidikan

Sebarkan artikel ini

BILL Gates kembali ‘berulah’. Ia berpendapat, smartphone akan tergantikan! Itu artinya kiamat bagi produk teknologi yang sekarang digenggam manusia seluruh dunia. Dahsyat!

Tentu tak main-main ucapan pendiri Microsoft ini. Selama ini prediksinya sering sesuai kenyataan.

Gates bicara inovasi baru. Namanya tato elektronik. Perangkat teknologi ini dihubungkan dengan tubuh manusia melalui satu tinta khusus sehingga informasi medis dan olah raga bisa terekam. Dengan teknologi ini manusia akan mengetahui perkembangan kesehatan dirinya.

Bos Microsof ini tak puas sampai disitu. Ia ingin menggabungkan tato elektronik dengan fungsi-fungsi yang ada di dalam smartphone seperti bercakap, membuat pesan atau mencari alamat. Jenis teknologi baru diprediksi akan digunakan publik sebagaimana orang menggunakan smartphone saat ini.

Banyak pihak tentu was-was menanti lahirnya jenis teknologi baru ini. ‘Sinyal Gates’ pasti akan memberikan dampak pada berbagai bidang kehidupan yang mungkin belum terbayangkan sebelumnya.

Apa yang dikemukakan Gates sebenarnya bukalah tak terduga. Era disrupsi akan membuka ruang inovasi teknologi secara terbuka dan tak bisa dikendalikan. Sudah banyak inovasi baru lahir tanpa terasa dan banyak produk atau tatanan yang ada tiba-tiba usang, tergeser atau tumbang.

Apa yang dikemukakan icon gadget ini adalah hasil inovasi ‘satu diantara’ saja. Bedanya, sosok pria terkaya di dunia ini yang membunyikan secara provokatif: membungkam perangkat yang hampir dipegang semua manusia saat ini.

Pertanyaan penting patut diajukan adalah: Apa yang bisa dipahami dan disikapi dari bermacam perubahan yang sedang terjadi dan makin cepat lajunya? Apakah kita mesti mengikuti perubahan agar tidak ketinggalan, atau kita punya sikap tersendiri?

Perlu dimengerti, era inovasi barbasis media digital (industri 4.0), adalah kelanjutan historis dari era revolusi industeri sebelumnya (1.0, 2.0 dan 3.0) yang bermula dari Eropa. Mereka melaju secara kontinyu dan selalu menjadi yang terdepan tiap perubahan dibanding bangsa bangsa lain pada umumnya.

Sementara hari ini kita masih mendapati suatu kenyataan bahwa kehidupan masyarakat berada dalam semua gelombang zaman pada satu masa. Ada keadaan masyarakat kita yang masih menggunakan alat produksi bertenaga alam atau binatang, hingga masyarakat yang sudah melek teknologi terkini. Keragaman masyarakat semacam ini tentu tak bisa disamaratakan menghadapi dinamika global. Inovasi era 4.0 tak banyak bermanfaat bagi masyarakat era 1.0 atau 2.0. Kecanggihan aplikasi dan kreasi teknologi digital tak fungsional bagi warga pedalaman yang belum ada listerik dan jaringan internet. Inovasi harus berada dalam konteks situasi masyarakatnya.

Apa yang bisa dilakukan dalam keadaan ini, utamanya dilingkungan pendidikan?

Kata kunci dari era disrupsi adalah inovasi. Substansinya terletak pada ‘spirit kreativitas’ dan semangat menemukan. Sepanjang elan kreativitas tumbuh dan berkembang di masyarakat, dinamika penemuan disemua era akan memberi efek manfaat. Di tangan tangan ‘kreator’ segala sumber daya yang ada menjadi berdaya guna bagi lingkungannya.

Pada posisi ini pendidikan bisa menjadi solusi dan ‘jalan tengah’. Lembaga pendidikan yang tersebar mulai pelosok dan pedalaman hingga pusat perkotaan bisa menjadi tempat penting bagi lahirnya para kreator di masyarakat.

Satu-satunya cara adalah menumbuhkan elan kreatif. Semangat ingin tahu, geliat menemukan dan mencipta harus menjadi nafas dunia pendidikan. Kurikulum pendidikan dan model pembelajaran perlu mengantarkan pada kultur kreatif siswa disemua tingkat. Hanya dengan cara itu pendidikan relevan dengan kehidupan masyarakat. Lebih dari itu kehadiran pendidikan manjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat.