SENIN kemarin (6/12/2021), saya memberikan sambutan pembukaan pada acara diskusi stakeholder perbukuan dalam rangkaian #Jaktent21 yang diselenggarakan di Mall Sarinah lt. 3, Jl. MH Thamrin, Jakarta.
Acara ini menjadi bagian dari kegairahan Jakarta atas ditetapkannya oleh UNESCO sebagai The World Creative City of Literature 2021 (kota kreatif dunia di bidang literasi) pada tanggal 8 November lalu.
Hadir sebagai pembicara adalah Laura Prinslo (focal point Jakarta UNESCO City of Literature) dan Tita Larasati (focal point Bandung UNESCO City of Design). Acara dimoderatori oleh penulis M Husnil (anggota Komite Jakarta Kota Buku).
Saya sampaikan bahwa jargon “Jakarta Maju Bersama, Bahagia Warganya” mengandung dua aspek: aspek pembangunan fisik dan non-fisik.
Aspek fisik, sudah banyak perubahan yang kita rasakan, mulai dari penataan jalan, revitalisasi Taman Ismail Marzuki, pembangunan Jakarta International Studium yang bertaraf internasional, dan sebagainya.
Tapi saya juga percaya, membangun sebuah kota tidak bisa dinilai dengan infrastrukturnya saja. Kerja-kerja untuk merekatkan persatuan dan meluaskan kesaling-pahaman menjadi agenda yang tak bisa ditinggalkan.
Dan, peningkatan literasi adalah jalan merengkuh keduanya. Literasi jauh lebih berharga dari sekadar membangun ribuan perpustakaan tapi tanpa pembaca.
Saat ini, bersama dengan Tim Jakarta Kota Buku, kita telah berhasil mendorong ekosistem literasi yang lebih kondusif dan bahkan mendapat kepercayaan internasional sehingga ditunjuk oleh UNESCO sebagai The City of Literature.
Ini merupakan amanah besar yang harus diemban oleh Jakarta, dan jalan satu-satunya adalah dengan kolaborasi seluruh stakeholder.
Pemerintah tak boleh jalan sendirian; masyarakat, dunia usaha, dan termasuk media musti terlibat bersama menjadi co-creator dan kolaborator. [dmr]