Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Jika Tak Segera Diatasi, Orang Miskin Akan Bertambah Akibat Kenaikan Harga Pangan

Redaksi
×

Jika Tak Segera Diatasi, Orang Miskin Akan Bertambah Akibat Kenaikan Harga Pangan

Sebarkan artikel ini

Kenaikan harga pangan membebani dan meningkatkan jumlah orang miskin. Bukan itu saja, bisa juga mengancam mata pencaharian dan gizi masyarakat di negara berkembang.

BARISAN.CO – Pada Kamis lalu (14/4/2022), Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tahun ini pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 4,8% yoy hingga 5,5% yoy atau lebih tinggi daripada tahun lalu yang hanya sebesar 3,69% yoy.

Sedangkan, Direktur Jenderal International Food Policy Research Institute (IFPRI), Joachin von Braun menyampaikan, pertumbuhan ekonomi telah membantu mengurangi kelaparan, terutama jika itu merata.

“Namun sayangnya, pertumbuhan tidak selalu menjangkau orang-orang yang paling miskin,” kata Joachin.

Indonesia termasuk negara yang mengalami ketimpangan ekonomi. Sejak pekan pertama Ramadhan, komoditas pangan mengalami kenaikan.

Padahal, inflansi harga pangan memiliki dampak lebih besar bagi rumah tangga berpenghasilan rendah. Ini karena mereka menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk membeli makanan.

Harga pangan yang meroket biasanya terjadi akibat gangguan dalam rantai pasokan makanan, cuaca buruk, serta kenaikan harga energi. Naiknya harga bensin juga berkontribusi pada situasi pangan di dunia.

Kenaikan Harga Berdampak Pada Malnutrisi dan Kemiskinan

Tingginya harga pangan membebani dan meningkatkan jumlah orang miskin. Bukan itu saja, bisa juga mengancam mata pencaharian dan gizi masyarakat di negara berkembang.

Banyak studi yang menunjukkan dampak kenaikan harga pada kesejahteraan atau kemiskinan. Jika pendapatan rumah tangga tidak berubah, kenaikan harga pangan secara langsung meningkatkan pengeluaran anggaran rumah tangga untuk membeli makanan dan mengurangi daya beli. Kemudian, rumah tangga membuat mereka juga memilih mengurangi permintaan atau mengganti dengan makanan lain. Dengan begitu, kenaikan harga ini berdampak pada pola konsumsi makanan baik dalam jumlah maupun kualitasnya.

Akhir tahun lalu, lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memperkirakan, tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2022 akan melonjak menjadi 10,80 persen atau mencapai 29,3 juta jiwa. IDEAS menyebut, itu terjadi karena melemahnya perlindungan sosial untuk menopang keluarga miskin yang terhantam keras oleh pandemi.

Keluarga di negara berkembang Asia menghabiskan hingga setengah anggarannya untuk makanan, sehingga kenaikan harga memiliki dampak negatif yang meluas.

Solusi Mengatasinya

Pada tahun 2021, data Global Food Security Index menngkapkan, dari 113 negara di dunia, Indonesia menempati posisi ke-69 atas kinerja berdasarkan skor ketahanan pangannya. Justru, meski terkenal sebagai negara agraris dan maritim, Indonesia justru berada di posisi terbawah untuk kategori sumber daya alam dan ketahananannya.

Dilansir dari Global Panel on Agriculture and Food Systems for Nutrition, malnutrisi dalam segala bentuknya, membebankan biaya yang tidak dapat diterima. Sebab, ini menghambat Tujuan Pembangun Berkelanjutan 2020, yakni memberantas kelaparan.

Diperkirakan, dampak malnutrisi ini mengancam ekonomi global hingga US$3,5 triliun per tahun. Biaya yang fantastik itu dihasilkan dari hilangnya pertumbuhan ekonomi dan hilangnya investasi terhadap SDM yang terkait dengan kematian anak yang dapat dicegah, serta kematian dewasa dini karena penyakit tidak menular akibat pola makan. Biaya lebih lanjut terjadi melalui pembelajaran yang terganggu, kinerja sekolah memburuk, produktivitas tenaga kerja terganggu, dan peningkatan biaya perawatan kesehatan.

Borgen Project memberikan solusi yang bisa diambil oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini, yaitu:

  1. Mengubah aturan global tentang perdagangan makanan

Banyak pemerintah tidak ambisiun untuk mereformasi kebijakan perdagangan dalam mempersiapkan lonjakan harga. Langkah yang dapat mereformasi termasuk melarang pembatasan ekspor kebutuhan pokok sambil meningkatkan dukungan terhadap petani di dalam negeri melalui aturan baru yang melindungi produsen di negara lain. Ini dianggap akan memberikan stabilitas harga dan meningkatkan prediktibiltas pasar agar pemerintah lebih bersiap dalam menghadapi perubahan harga.