Oleh: Hersubeno Arief
Barisan.co – Apa karir yang paling cocok bagi Presiden Jokowi pasca periode kedua masa jabatannya?
“Jadi Sekjen PBB!”
Jangan anggap ini hanya bercanda. Jangan pula buru-buru tertawa. Usulan serius ini datangnya dari pendukung garis keras Jokowi Ananda Sukarlan. Didukung oleh komposer kondang Addie MS.
“Pidato Pakde Jokowi di Sidang Umum PBB keren banget. Berani, lugas, tegas, akurat. Jokowi for next Sekjen PBB,” ujar Ananda Sukarlan.
Cuitan Ananda di akun twitternya itu kemudian menjadi berita di sebuah media. Judulnya “Pidato Jokowi di PBB Dapat Pujian: Keren Banget, Jokowi For Next Sekjen PBB.”
Addie MS kemudian membuat cuitan dengan melampirkan link berita tersebut. Cuitan Ananda dan Addie membuat dunia maya riuh rendah. Ada yang pro kontra. Jadi salah satu trending topic.
Banyak yang mendukung, tapi banyak juga yang mengecamnya. Komentarnya cukup beragam. Ada yang lucu, pedas. Ada yang lucu-lucu pedas.
Ada yang seolah mendukung dan menyatakan masih ada waktu empat tahun bagi Jokowi untuk belajar bahasa Inggris.
Ada pula yang menganggap aneh dan memberi analogi. Ibarat anak sekolah yang sering bolos, sekali masuk, maunya jadi ketua kelas.
Jokowi selama lima tahun terakhir selalu absen di Sidang Umum Majelis PBB. Biasanya diwakili oleh Wapres Jusuf Kalla.
Baru kali ini dia hadir, itu pun hanya melalui pidato virtual yang sudah direkam lebih dahulu. Wajahnya tampil di SU PBB. Tapi raganya tetap ada di Jakarta.
Bukan hanya medsos yang riuh. Media konvensional juga menyorotinya. Kornelius Purba Editor senior media berbahasa Inggris The Jakarta Post membuat sebuah tulisan satire berjudul: Jokowi’s UN speech: Playing it safe on Palestine.
Sebagai wartawan, Purba mengaku bingung bagaimana harus mengutip pernyataan Jokowi.
Bagi Purba, hanya dua hal yang paling menonjol dalam pidato Jokowi. Pertama, janjinya yang berulang mendukung kemerdekaan Palestina.
Kedua, nah ini yang unik, kalimat penutup Jokowi yang sangat simple dan lucu. “That is all from me!”
Rasionalitas pendukung
Fenomena pendukung Jokowi seperti ditunjukkan oleh Ananda dan Addie MS mengingatkan kita pada sebuah syair lagu Gombloh.
Penyanyi eksentrik asal Surabaya itu secara berkelakar bersenandung “Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing terasa coklat.”
Cinta berlebihan membutakan. Kehilangan rasionalitas. Too much love will kill you. Bahkan untuk seorang sekelas mereka berdua.
Bayangkan bagaimana sikap para pendukung Jokowi yang secara intelektual jauh di bawah mereka. Para pendukung yang mau disuruh berbunyi apa saja. Gak pakai mikir.
Dengan fakta bahwa Jokowi sangat menghindari persidangan PBB, hanya ada dua kemungkinan muncul usulan semacam itu.
Pertama, dari pendukung bodoh. Tidak well informed. Tidak pernah baca dan nonton berita. Pendukung katrok dan culun.
Kedua, dari orang yang ingin menjerumuskan dan mengolok-olok Jokowi.
Dua-duanya tidak cocok dengan profil Ananda dan Addie. Mereka adalah maestro di bidang musik.
Ananda adalah pianis dan komposer musik klasik. Punya reputasi dunia. Addie dikenal sebagai komposer dengan karya-karya yang menawan. Dia konduktor Twilite Orchestra yang sudah tampil di panggung-panggung Internasional.
Keduanya pemuja Jokowi. Tidak mungkin mengolok-olok, apalagi sengaja menghinakan. Mereka sangat serius. Tidak sedang bercanda.
Dengan fakta itu terpaksa kita harus membuka opsi ketiga. Pendukung yang cinta buta seperti digambarkan oleh Gombloh.
Saking bingungnya, seorang netizen sampai membuat sebuah kesimpulan yang salah pula.
Bunyi statusnya begini: Tidak benar musik klasik bisa membuat pintar. Buktinya Addie MS tambah bodoh!