Scroll untuk baca artikel
Video

Kekhawatiran Ekonomi, Konglomerat RI Alihkan Triliunan ke Dubai

×

Kekhawatiran Ekonomi, Konglomerat RI Alihkan Triliunan ke Dubai

Sebarkan artikel ini

Ketidakpastian ekonomi nasional membuat sejumlah konglomerat Indonesia memilih memindahkan aset ke luar negeri, memicu kekhawatiran baru.

BARISAN.CO – Di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, sejumlah orang kaya Indonesia dilaporkan diam-diam memindahkan aset mereka ke luar negeri. Kabar ini diungkapkan oleh laporan media Kontan, mengutip sumber dari Bloomberg News, Sabtu (26/4/2025).

Menurut laporan tersebut, sejak Presiden Prabowo Subianto dilantik pada Oktober 2024, terjadi arus keluar aset dalam jumlah besar. Ratusan juta dolar Amerika Serikat disebut telah dipindahkan ke luar negeri.

Bloomberg mengungkapkan hal ini berdasarkan wawancara dengan manajer investasi, bankir swasta, penasihat keuangan, dan para konglomerat Indonesia.

Seorang bankir swasta menyebut klien-kliennya yang memiliki kekayaan antara 100 juta hingga 400 juta dolar AS telah mengalihkan sekitar 10% aset mereka ke bentuk kripto, khususnya stablecoin USDT milik Tether Holding. Aset lainnya dipindahkan dalam bentuk emas dan properti.

Alasan utama di balik pemindahan ini adalah kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal dan ekonomi nasional. Kebijakan ekonomi Presiden Prabowo yang dinilai ambisius, seperti target pertumbuhan ekonomi 8%, dinilai sulit tercapai tanpa belanja besar-besaran yang dapat memperbesar defisit anggaran, menaikkan utang, serta meningkatkan inflasi.

Kekhawatiran serupa juga mencuat terkait perluasan peran militer dalam pemerintahan dan upaya membawa BUMN lebih dekat ke lingkaran kekuasaan untuk mendukung program-program populis.

Kondisi ini mendorong sebagian orang kaya untuk mencari perlindungan kekayaan di negara lain, terutama di Timur Tengah seperti Dubai, melalui pendirian perusahaan cangkang.

Selain itu, pengawasan ketat perbankan di Singapura membuat Dubai menjadi pilihan favorit baru bagi para konglomerat Indonesia dalam mengamankan aset mereka.

Perpindahan aset besar-besaran ini diduga menjadi salah satu penyebab tekanan pada nilai tukar rupiah yang mencapai titik terendah sepanjang sejarah pada 9 April 2025.

Bursa Efek Indonesia pun sempat jatuh ke bawah level 6.000 setelah Lebaran 2025, sebelum akhirnya pulih ke angka 6.600 lebih.

Namun demikian, sejumlah pihak perbankan domestik membantah adanya arus keluar dana besar-besaran.

Henny Eugenia, General Manager Divisi Wealth Management PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk, menyatakan bahwa pertumbuhan tabungan segmen Emerald justru mencapai 16%, dan aset under management tumbuh 18% pada Maret 2025. Jumlah nasabah segmen Emerald juga tumbuh 10%.

Senada, Ivan Andrian Jaya dari Bank Danamon menyebut belum melihat indikasi permintaan pemindahan aset ke luar negeri. DPK Danamon tercatat tetap tumbuh antara 2% hingga 4% secara kuartalan sejak awal tahun.