Pada tahun 2020, Progres pembangunan Proyek dinyatakan mencapai ke angka 65,70%. Dan telah transisi memasuki tahap persiapan O&M Readiness. Meski demikian, dibentuk Tim Percepatan KCJB sesuai dengan keputusan Menteri BUMN Nomor SK-100/MBU/03/2021 tanggal 26 Maret 2021. Salah satu alasannya, mengejar target operasional akhir tahun 2022 mendatang.
Tidak banyak dikemukakan oleh PT KCIC kepada publik soal hambatan teknis pembangunan karena pandemi Covid-19. Namun, soal pembengkakan biaya justeru mengemuka ke ruang publik belakangan ini. Biaya awal pembangunan KCJB sekitar US$ 6,07 miliar menjadi kisaran US$ 8 miliar. Terdapat kenaikan biaya sekitar US$ 1,9 miliar atau setara Rp 27,09 triliun.
Penyebab pembengkakan biaya proyek disebut Staf khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga terkait perubahan desain karena kondisi geologis dan geografis yang berbeda dan berubah dari awalnya yang diperkirakan. Ditambah dengan adanya kenaikan harga tanah.
Arya juga menyinggung dampak pandemi Covid-19 pada keuangan pemegang saham PT KCIC dari pihak Indonesia. PT Wijaya Karya terganggu cash flow-nya. PT Kereta Api Indonesia mengalami penurunan penumpang. Program-program PT Jasa Marga terhambat dan penggunaan kapasitas tol tidak optimal. Demikian juga dengan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Kondisi tersebut membuat mereka tidak bisa menyetor dananya sesuai dengan kesepakatan. Namun hal ini cukup mengherankan jika dianggap berdampak besar pada pembengkakan biaya. Seberapa besar biaya denda atau semacamnya atas keterlambatan penyetoran modal seperti itu.
Kondisi keuangan keempat BUMN itu memang tampak “masuk akal” sebagai alasan perlunya pemerintah memberikan pendanaan. Menurut Arya, pendanaan dari pemerintah untuk kereta api cepat wajar saja, dan dilakukan di hampir semua negara. Ia menyebut, progres pembangunan proyek yang telah mencapai hampir 80% perlu didukung dengan adanya suntikan dana dari pemerintah agar proyek tetap dapat berjalan dengan baik dan tepat waktu.
Bagaimanapun, jika dilihat dari waktu dan tahapan yang telah dilalui proyek menimbulkan berbagai pertanyaan. Ketika dibentuk perusahaan patungan (PT KCIC), dan PT PSBI sebagai konsorsium empat BUMN Indonesia, nilai dan porsi modal penyertaan telah ditentukan. Bahkan, Perpres No.107/2015 mengatur tidak adanya pembiayaan langsung dari APBN. Sewajarnya jika kondisi keuangan BUMN yang ditugaskan telah memenuhi syarat dan kemampuan.
Kurang jelas bagi publik bagaimana perhitungannya, pandemi pada tahun 2020 atau lima tahun kemudian berakibat tidak mampunya empat BUMN memenuhi setoran modalnya. Padahal tahapan proyek diklaim mencapai 65% pada tahun 2020, dan kini sudah 80%.