Scroll untuk baca artikel
Blog

Kereta Api Cepat Berbiaya Membengkak Cepat

Redaksi
×

Kereta Api Cepat Berbiaya Membengkak Cepat

Sebarkan artikel ini

Publik memperoleh informasi tentang akan adanya beberapa perubahan yang mendasar. Perpres No.93/2021 menyatakan proyek akan didukung oleh APBN. Akan ada penyertaan modal negara (PMN) ditambah penjaminan utang terkait kepada BUMN yang memimpin konsorsium. Kedua hal ini dinyatakan tidak tersedia pada Perpres sebelumnya.

Hingga saat ini, pemegang saham terbesar PT PSBI atau pimpinan konsorsium BUMN adalah Wijaya Karya dengan porsi 38%. Berikutnya PT KAI dan PTPN VIII masing-masing 25%, serta Jasa Marga sebesar 12%.

Informasi yang beredar, PT KAI lah yang akan memperoleh PMN hingga bisa memiliki saham yang paling besar dan memimpin konsorsium. Belum jelas tentang apakah BUMN lainnya tetap harus menyetor modal senilai semula, sehingga hanya porsinya yang turun.

Seperti telah disinggung di atas, keempat BUMN masih belum memenuhi seluruh kewajiban penyetoran modalnya. Padahal, kondisi keuangan mereka tidak cukup baik saat ini. Ditambah ada informasi bahwa penyertaan modal yang rencananya berupa lahan (inbreng) dari PTPN VIII belum disetujui oleh konsorsium.

Sejauh ini, informasi publik yang tersedia belum memastikan tiga hal penting terkait PT KCIC dengan proyek KCJB-nya. Berapa besar sebenarnya prakiraan biaya proyek hingga selesai nanti. Pertama, tentang nilai US$8 miliar yang banyak dikemukakan telah bersifat final. Atau masih dimungkinkan bertambah lagi.

Kedua, tentang porsi modal dari konsorsium BUMN Indonesia (PT PSBI) dalam perusahaan patungan (PT KCIC). Jika masih tetap 40% seperti semula, maka bagaimana komposisi antar empat BUMN. Dan bagaimana mengatasi kesulitan keuangan BUMN untuk menyetor modal. Perpres hanya menyebut BUMN pimpinan konsorsium yang akan memperoleh PMN dari APBN.   

Ketiga, tentang utang kepada PT KCIC dalam proyek KCJB dari China Development Bank (CDB). Kesepakatan hingga kini CDB akan memberi utang sebesar US$$3,97 miliar. Sebesar US$2,38 miliar dalam denominasi dolar Amerika, dan sebesar US$1,59 miliar dalam denominasi Renmibi Cina. Tidak cukup jelas, apakah utang akan ditambah seiring dengan membengkaknya biaya proyek.

Perlu diketahui, bahwa utang tersebut merupakan salah satu contoh yang dianggap tersembunyi oleh riset AidData beberapa waktu lalu. Dinilai tersembunyi karena tidak tercatat sebagai utang Pemerintah Indonesia. Namun, memiliki berbagai persyaratan teknis yang “seolah dijamin”. Penilaian AidData tampak tidak berlebihan, ketika skema B2B yang semula dikedepankan dan diatur Perpres kemudian direvisi.

Penulis berpandangan Pemerintah perlu menyampaikan ketiga hal itu secara jelas kepada publik, agar tidak berkembang berbagai spekulasi yang merugikan perekonomian.