Scroll untuk baca artikel
Kolom

Ledakan Ekonomi Digital Indonesia 2025, Masa Depan Cerah atau Krisis Baru

×

Ledakan Ekonomi Digital Indonesia 2025, Masa Depan Cerah atau Krisis Baru

Sebarkan artikel ini
ekonomi digital indonesia
Ilustrasi/Barisan.co

Ekonomi digital Indonesia terus berkembang pesat! Namun, di balik kemajuan teknologi ini, ada tantangan besar yang bisa menghambat pertumbuhan. Apakah kita siap menghadapi perubahan ini?

BARISAN.CO – Transformasi ekonomi digital Indonesia telah mengalami percepatan luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Dari e-commerce, fintech, hingga pinjaman daring, semua mengalami lonjakan signifikan.

Namun, apakah pertumbuhan ini benar-benar membawa dampak positif bagi masyarakat luas, atau justru menciptakan tantangan baru yang semakin kompleks?

Pertumbuhan sektor perdagangan daring di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan proyeksi Gross Merchandise Value (GMV) mencapai USD 65 miliar pada 2024, sektor ini telah menjadi tulang punggung ekonomi digital nasional.

Platform seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak berhasil menghubungkan penjual dan pembeli dengan lebih mudah. Namun, di balik kemajuan ini, ada persoalan yang belum terselesaikan.

Para pekerja di sektor ini, seperti kurir dan pengemudi transportasi daring, masih menghadapi tantangan kesejahteraan. Jam kerja panjang dengan insentif rendah menjadi keluhan utama.

Contohnya, kurir Shopee Express di Jabodetabek hanya menerima Rp2.213 per paket, jumlah yang bahkan tidak mencapai Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta.

Regulasi yang ada juga belum sepenuhnya memberikan perlindungan bagi pekerja. Pemerintah memang telah menerbitkan peraturan seperti Permendag No. 31 Tahun 2023 untuk mengatur perdagangan daring.

Namun, implementasi kebijakan ini masih perlu dikawal agar tidak hanya menguntungkan korporasi besar, tetapi juga memberikan manfaat bagi pekerja dan pelaku UMKM.

Fintech di Indonesia berkembang pesat, terutama dalam pembayaran digital dan pinjaman daring. Penggunaan e-money meningkat tajam sejak pandemi, didorong oleh kenyamanan dan kemudahan transaksi non-tunai.

Bank Indonesia mencatat pertumbuhan pesat dalam transaksi digital, namun masih ada kekhawatiran tentang keamanan data dan penyalahgunaan teknologi finansial.

Kasus kebocoran data pribadi masih sering terjadi, bahkan setelah diterapkannya UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Risiko ini semakin besar seiring dengan meningkatnya pengguna layanan keuangan digital. Jika tidak ada regulasi yang lebih ketat dan mekanisme perlindungan yang kuat, fintech bisa menjadi ancaman serius bagi privasi dan keamanan masyarakat.