Lima Penyair Anjing “Anjing yang Mencintai Bunga” Achiar M Permana, Beno Siang Pamungkas, Soekamto Gulit, Slamet Priyatin, dan Timur Sinar Suprabana
NANTI malam, Maljum 27 Januari 2022 jam 19.00, akan ada pertunjukan baca puisi dan pembahasannya. Itu dari buku lima penyair, “Anjing yang Mencintai Bunga”. Acara akan digelar di Gedung Pertemuan Balaikota Semarang, dengan moderator Donny Danardono, dan pembedah Adin Hyteria. Adapun lima penyair itu ialah: Achiar M Permana, Beno Siang Pamungkas, Soekamto, Slamet Priyatin, Timur Sinar Suprabana.
Sejak Desember lima penyair ini memulai program baca puisi keliling. Kota-kota yang pernah disinggahi Kendal, Bojonegoro, Rembang. Lanjut Semarang, Kudus, Solo, Pekalongan. Satu kerja besar, terutama di era pandemi, terlebih setiap acara tampaknya bersifat nirlaba. Tentu apresiasi lebih diutamakan bagi publik sastra, khususnya puisi.
Menarik mengamati perjalanan kepenyairan mereka. Bahkan masing-masing memiliki ciri dan karakter karya tersendiri, termasuk penampilan baca puisinya.
Achiar Permana, adalah penyair yang bukunya memenangkan hadiah Prasidatama Balai Bahasa Jawa Tengah (BBJT) 2021. Sebab juara, karyanya tentu tidak diragukan lagi. Merupakan karya perpaduan antara konteks budaya (khususnya dunia pewayangan) dan spirit perjalanan sosial kemasyarakatannya sebagai seorang jurnalis. Dalam penampilan baca puisinya memiliki langgam yang akrab dengan batin Jawa, musikal dan menghanyutkan.
Beno Siang Pamungkas adalah salah seorang Penyair Kanon Indonesia. Karyanya cenderung individualis dan penuh vitalitas, dengan diksi yang kerap mengejutkan justru karena akrab dengan frasa keseharian. Baca puisinya yang berkekuatan spontan serupa gelombang ombak, kadang meninggi sesekali landai ke pantai hati.
Soekamto kita kenal sebagai penyair “Bulan Pecah” (dari judul antologinya). Karyanya tak kurang penuh vitalitas, dengan disiplin frasa yang kerap mengejutkan pula. Sebelum berlima, dia kerap tampil dalam pertunjukan baca puisi diiringi kelompok musik. Sehingga penampilannya itu terasa ekspresif dan melodius, serta cukup menghibur sebagai pertunjukan seni baca puisi.
Slamet Priyatin karyanya lebih bersifat kontekstual. Dia memotret peristiwa-peristiwa di tengah masyarakat. Bisa disebut karya reportoar dari penyair yang juga seorang jurnalis. Baca puisinya pun diselaraskan dengan konteks puisinya, langsung bisa diterima tanpa banyak pertimbangan estetika. Kontan ditelan selera umum, ibarat ayam goreng lengkap dengan sambalnya.
Timur Sinar Suprabana, siapa tak mengenal penyair flamboyan ini. Dia juga termasuk penyair Kanon Indonesia, dengan karya yang berima terjaga dan konsisten. Vitalitasnya tampak dari diksi dan frasa bahasa poeticanya. Penampilannya tidak diragukan lagi, bagaikan flamboyan yang menari, enak dipandang dan menghanyutkan.
Kelima penyair ini bisa dikatakan ibarat diksi pisuhan khas Semarang: asu tenan! Untuk mengatakan luar biasa betul. Dan bisa dipastikan sebagai suguhan amat menarik, mengundang selera. Ibarat menu siap saji yang mengundang setiap libido, terutama bagi pecinta puisi. Satu hidangan sastra yang harus dikatakan: enak dinikmati dan perlu..!
Seperti yang dikatakan Beno SP humasnya: kebangeten kalau tidak hadir, awas saya catat! [Luk]