Scroll untuk baca artikel
Blog

Lini Masa RUU PPRT, Terkatung 19 Tahun di Senayan Menunggu Ketok Palu

Redaksi
×

Lini Masa RUU PPRT, Terkatung 19 Tahun di Senayan Menunggu Ketok Palu

Sebarkan artikel ini

Tak ada alasan untuk kembali menunda pengesahan RUU PPRT.

BARISAN.CO Sudah 19 tahun RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) terkatung-katung di Senayan. Selama itu pula, terjadi ribuan kasus kekerasan dan pelecehan terhadap PRT di Indonesia.

Akhir tahun lalu, Komnas HAM mencatat setidaknya ada 2637 kasus kekerasan terjadi terhadap PRT. Bentuk kekerasan antara lain kekerasan ekonomi (tidak digaji, hak dipotong agen semena-mena), kekerasan psikis, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual.

Di saat bersamaan, terjadi juga banyak kasus perdagangan manusia, penipuan, pelanggaran hak-hak dasar, serta lemahnya perlindungan terhadap pekerja migran di luar negeri.

Sejak diajukan pada tahun 2004, sudah berkali-kali RUU PPRT dijanjikan bakal tuntas. Terbaru, pertengahan bulan lalu, Presiden Jokowi berjanji akan mendorong percepatan pengesahan RUU PPRT.

“Saya perintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua stakeholders,” kata Jokowi.

Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa ini bukan kali pertama janji yang sama diucapkan Presiden.

Bahkan janji mengangkat derajat PRT ini tertuang dalam visi misi resmi Jokowi saat mendaftar KPU maju nyapres 2014 silam.

Sementara itu, desakan publik semakin kencang. Kemarin Rabu (1/2/2023), Koalisi Sipil untuk RUU PPRT melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta.

Koordinator aksi, Lita Anggraini, menegaskan RUU PPRT penting untuk segera disahkan. Ia mengingatkan betapa PRT telah sekian lama jadi penopang perekonomian Indonesia baik makro maupun mikro.

“Kita terus menargetkan agar disahkan, dan kalau sampai tanggal 14 Februari belum juga diinisiatif untuk dibahas pemerintah, kami akan melakukan mogok makan dan puasa massal,” kata Lita di hadapan wartawan.

Dua Partai Menolak Buru-Buru

Sejauh mana proses RUU PPRT di DPR? Ada dua partai, PDIP dan Golkar, yang masih enggan membahas RUU ke tingkat paripurna.

Puan Maharani, PDIP, yang juga Ketua DPR RI, berdalih tak perlu buru-buru mengesahkan RUU agar undang-undang ini nantinya berkualitas.

Menurut Puan, RUU PPRT akan jadi payung hukum WNI bukan hanya dalam negeri, namun juga di seluruh negara. Aspek itu, menurutnya, yang paling menjadi pertimbangan dalam penyusunan hingga pengesahannya kelak menjadi undang-undang.

“Bagaimana efek negatif dan positifnya, siapa saja yang harus dilindungi, bagaimana kemudian Undang-Undang ini menjadi satu payung hukum yang baik, bukan hanya buat PRT, tapi juga untuk PMI [Pekerja Migran Indonesia] ke depan,” katanya, Kamis (19/1/2023), dikutip dari CNN Indonesia.

Di kesempatan terpisah, anggota DPR fraksi Golkar sepakat ngotot menolak RUU PPRT karena dianggap belum mendesak.

“Fraksi Partai Golkar menolak untuk dilanjutkan [pembahasan RUU PPRT] karena setelah kami kaji masih belum mendesak saat ini,” kata anggota Fraksi Golkar Christina Ariyani, dalam Rapat Kerja Badan Legislasi DPR, Kamis (14/12021).

Belum terang apakah polemik RUU PPRT di Senayan bakal segera selesai. Sembilan belas tahun adalah penantian panjang. Publik tentu berharap yang terbaik agar PRT punya kepastian di mata hukum dengan menjunjung nilai-nilai kekeluargaan, kemanusiaan, dan keadilan.

Harapannya, RUU PPRT dapat mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan terhadap PRT. Ini harapan yang keberpihakannya jelas. DPR harusnya mengerti. [dmr]