Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Manusia, Balada Kemanusiaan dan Hikmah

Redaksi
×

Manusia, Balada Kemanusiaan dan Hikmah

Sebarkan artikel ini

Meski, sebagian kecil manusia sesat bisa tersadarkan dan kembali menempuh jalan kebenaran, tetapi lebih banyak manusia sesat yang tak akan pernah kembali ke jalan terang. Dia akan selamanya sesat, dan terjerumus dalam kenikmatan semu kala menikmati segenggam kekuasaan fana.

Maka berhati-hatilah. Karena Kekuasaan dan Kejayaan puncak, apabila tidak disertai kesadaran Ilahiah akan amanat dan pertanggungajawaban, bagai menyiapkan lubang kuburan sedalam-dalamnya bagi dirinya sendiri.

Kekuasaan tak terbatas, jika dilaksanakan dengan sesat, bagai melingkari diri sendiri dengan rantai besi dan lubang menganga. kuburan bagi diri sendiri. Terlebih bila kekuasaannya didapat dan dilaksanakan dengan dzalim.

Doa orang-orang terdzalimi, janganlah diremehkan. Dia terangkat sampai ke langit tujuh dan dicatat malaikat. Siapa pelaku pendzaliman terhadapnya.

Banyak pelaku kejahatan kemanusiaan, kejahatan HAM, kejahatan perampasan aset dan lahan, ketidakadilan hukum, dan lainnya, meremehkan doa mereka yang teraniaya.

Padahal sungguh amat banyak catatan sejarah masa lalu dan waktu tidak berapa jauh, menceritakan “karma” bagi para pelaku kejahatan. Amat miris dan kasihan melihat mereka mendapat balasan semesta akibat perbuatannya. Dan itu baru balasan di dunia saja.

Maka apakah kita tidak mampu berpikir dan meresapi hikmah atau makna dari akibat kelalaian manusia tersesatkan?

Kita sama-sama bisa lihat, kasus-kasus kerakusan dan kelalaian manusia  dalam menjalankan kekuasaan yang digenggamnya. Jatuh hanya dalam hitungan hari. Tumbang secara menyakitkan. Tidak bagi dirinya sendiri, tapi juga bagi istri dan anak-anaknya.

Hal itu tidak lain karena istri dan anak-anaknya ikut menanggung kelalaian sang penguasa. Bahkan istrinya pun ikut serta dalam tindak kejahatan karena ikut sesat dan tersesatkan. Semua hanya karena menuruti hawa nafsu, kerakusan dan gila kekuasaan.

Tanah, air, dan makanan serta kenikmatan selama hidupnya, sesungguhnya kemurahan dan kasih sayang Tuhan bagi dirinya. Sayangnya, hal itu tidak lekat dalam kesadaran Ketuhanannya sebagai umat beragama.

Tidak mengejawantah dalam kesadaran kemanusiaannya sebagai makhluk ciptaan yang seharusnya menebar cinta kasih ke sesama, terlebih kepada si lemah.

Keharusan menebar cinta kasih itu hakekatnya adalah menjalankan amanat Ketuhanan bagi diri dan lingkungannya. Namun, karena bujukan dan rayuan kegelapan, maka semua tidak lekas-lekas disadarinya. Dia lelap dan larut dalam kenikmatan kekuasaan dan mabuk.

Lupa diri bahwa dia hanyalah seonggok daging dan tulang bernama Manusia. Dia lupa bahwa dia berasal dari setitik air hina nan lemah, lalu tumbuh melalui masa kecil, melewati masa anak-anak.