Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Memahami Indikator Ketimpangan [Bagian Dua]

Redaksi
×

Memahami Indikator Ketimpangan [Bagian Dua]

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Berdasar data pengeluaran penduduk bulan Maret dan September, BPS menghitung pula beberapa ukuran ketimpangan selain rasio gini. Salah satunya disebut Indeks Theil. Penurunan indeksnya dianggap indikasi perbaikan pemerataan atau pengurangan ketimpangan.

Cara menghitungnya serupa rasio gini, namun lebih sensitif terhadap perubahan distribusi pengeluaran penduduk pada kelompok atas. Perbaikan angka indeksnya merupakan akibat pengeluaran kelompok pendapatan atas mendekat pada kelompok tengah dan bawah.

Dapat dikatakan bahwa pada saat Indeks Theil meningkat, maka porsi pengeluaran kelompok atas meningkat lebih cepat dibanding kelompok menengah dan bawah.

Data Indeks Theil Nasional menunjukkan kondisi ketimpangan cenderung fluktuatif selama kurun waktu 1996 sampai dengan 2019. Tahun 1996-2005 cenderung menurun. Meningkat drastis pada tahun 2006. Setelahnya berangsur turun, dan kembali meningkat drastis tahun 2011.

Sejak 2012, cenderung menurun namun fluktuatif dan perlahan. Indeks Theil Nasional pada tahun 2019 sebesar 0,273 masih lebih tinggi dibanding kurun tahun 1996-2005.


Indeks Theil Nasional

(Sumber data: Badan Pusat Statistik; 2009-2019, kondisi Maret)


Contoh indikator ketimpangan lain berdasar data pengeluaran penduduk dari BPS adalah Indeks-L. Perbedaannya dengan Indeks Theil, indeks ini lebih sensitif terhadap perubahan distribusi pengeluaran penduduk pada kelompok bawah.

Data menunjukkan bahwa sejak 1996, secara umum Indeks-L berfluktuasi. Pada 1999 ketimpangan sempat menurun signifikan, namun perlahan meningkat hingga tahun 2005. Kemudian terjadi peningkatan signifikan hingga tahun 2007. Setelahnya menurun hingga tahun 2010. Pada 2011 kembali meningkat pesat, dan relatif stagnan hingga 2015. Kemudian perlahan turun, dan mencapai 0,239 pada 2019.

Berdasar data Indeks-L, dapat dikatakan terjadi penurunan ketimpangan atau membaiknya pemerataan selama delapan tahun terakhir. Pada indikator ini, lebih dikarenakan peningkatan pengeluaran secara rata-rata dari kelompok bawah cenderung lebih tinggi dibanding kelompok tengah dan kelompok atas.


Indeks-L Nasional

(Sumber data: Badan Pusat Statistik; 2009-2019, kondisi Maret)


Contoh lain dari indikator ketimpangan berdasar data pengeluaran yang dihitung dan dipublikasikan BPS adalah apa yang disebut sebagai kriteria Bank Dunia. Kriteria ini membagi kelompok penduduk menjadi tiga bagian, yaitu 40 persen terbawah, 40 persen menengah dan 20 persen terbawah.

Ketimpangan dikategorikan tinggi apabila 40 persen penduduk terbawah memiliki porsi pengeluaran kurang dari 12 persen. Ketimpangan dikatakan moderat apabila kelompok itu memiliki porsi 12-17 persen. Dan dikegorikan berketimpangan rendah, jika porsinya lebih besar dari 17 persen.

Dari perhitungan BPS mengikuti kriteria ini, Indonesia telah masuk kategori memiliki ketimpangan yang rendah. Ketimpangan sempat meningkat pada kurun 2002 sampai dengan 2011. Dan sempat berkategori ketimpangan sedang selama beberapa tahun.

Perbaikan memang terjadi selama kurun 2014-2020, dan kembali berkategori ketimpangan rendah. Namun, perbaikannya belum tampak signifikan. Porsi pada 2020 sebesar 17,73%, masih jauh dari porsi tahun 1996 hingga tahun 2009.


Porsi Pengeluaran 40% Terbawah

(Sumber data: Badan Pusat Statistik; 2009-2019, kondisi Maret)


Kelompok data yang dipakai untuk mengukur ketimpangan berdasar kriteria Bank Dunia dapat pula dilihat dari sudut pandang berbeda. Yaitu dari sisi porsi pengeluaran 20 persen kelompok teratas.

Porsinya sempat turun dari tahun 1996 hingga tahun 2002, yang berarti ketimpangan membaik. Ketimpangan perlahan memburuk hingga tahun 2013. Kondisinya tampak membaik sejak tahun 2013 hingga tahun 2020, namun tidak signifikan. Porsinya masih sebesar 45,49 persen.