Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Memahami Indikator Ketimpangan [Bagian Tiga]

Redaksi
×

Memahami Indikator Ketimpangan [Bagian Tiga]

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Rasio Gini dan berbagai ukuran ketimpangan dari BPS hingga kini masih dihitung memakai data konsumsi atau pengeluaran penduduk. Hal demikian memang lazim di berbagai negara berkembang, karena masih kesulitan memperoleh data pendapatan penduduk secara periodik.

Bagaimanapun, data pengeluaran yang diperoleh dari survei dengan metodologi yang baik dianggap mencukupi. Data pengeluaran dianggap dapat mewakili data pendapatan penduduk. Bahkan, dengan metodologi tertentu, datanya bisa dipakai menghitung distribusi pendapatan. Hal demikian dilakukan oleh Bank Dunia atas data berbagai negara, termasuk data Indonesia dari BPS.

Kondisi pemerataan atau ketimpangan pada tiap negara dapat dianalisis dari data Bank Dunia tentang porsi pendapatan berbagai kelompok penduduk. Bank Dunia antara lain menyajikan data porsi yang diperoleh oleh 10 persen kelompok terbawah, 20 persen kelompok terbawah, dan 10 persen kelompok teratas, dan 20 persen kelompok teratas.

Porsi pendapatan yang diperoleh oleh 10 persen kelompok penduduk terbawah di Indonesia cenderung berkurang selama 3 dekade terakhir. Dari 4 persen pada tahun 1987 menjadi hanya 2,8 persen pada 2018. Selama beberapa tahun terakhir, kondisinya memang tak lagi bertambah buruk, namun masih stagnan.

Fenomena sebaliknya dialami oleh 10 persen kelompok penduduk teratas. Porsi pendapatannya cenderung meningkat. Dari 25,6 persen pada tahun 1987 menjadi 30,4 persen pada 2018. Porsinya memang mulai mengalami penurunan selama beberapa tahun terakhir, setelah sempat 33,4 persen pada 2015.

Jika dibandingkan antara keduanya, maka dapat dikatakan bahwa kelompok teratas memperoleh pendapatan hampir 11 kali lipat dari kelompok terbawah pada 2018. Kondisi inipun sudah sedikit membaik dibanding tahun 2015, yang sempat mencapai 11,5 kali lipat.


Porsi pendapatan Penduduk (%)

(Sumber data: Bank Dunia)


Jika dilihat dari perolehan 20 persen kelompok terbawah (mencakup kelompok yang 10 persen tadi), maka porsinya juga menurun. Dari 9,1 persen pada tahun 1987 menjadi hanya 6,7 persen pada 2018. Kondisinya cenderung stagnan selama beberapa tahun terakhir.

Sementara itu, 20 persen kelompok penduduk teratas memperoleh porsi pendapatan yang cenderung meningkat. Dari 39,9 persen pada tahun 1987 menjadi 46,1 persen pada 2018. Porsinya mulai mengalami penurunan selama beberapa tahun terakhir, setelah sempat 48,4 persen pada 2015.

Jika dibandingkan antara keduanya pada 2018, maka 20 persen kelompok teratas memperoleh pendapatan hampir 7 kali lipat dari 20 persen kelompok terbawah. Kondisinya sudah sedikit membaik dibanding tahun 2015, yang sempat lebih dari itu.


Porsi pendapatan Penduduk (%)

(Sumber data: Bank Dunia)


Beberapa analisis tentang pemerataan atau ketimpangan pendapatan kadang menyajikan apa yang disebut dengan Indeks Palma. Ada beberapa definisi dan cara menghitungnya. Yang paling sering dipakai adalah membandingkan porsi pendapatan dari 10 persen kelompok teratas dengan 40 persen kelompok terbawah. Ide dasarnya, membandingkan sekelompok kecil teratas dengan mayoritas terbawah.

Indeks Palma Indonesia menunjukkan tren yang meningkat selama periode 1984-2013 atau pemerataan pendapatan cenderung memburuk. Kondisinya mulai membaik pada tahun 2014 hingga tahun 2018.

Akan tetapi, pencermatas atas berbagai data yang disebutkan terdahulu, maka perbaikan itu lebih disebabkan menurunnya porsi dari kelompok 10 persen yang teratas. Sedangkan porsi pendapatan dari 40 persen yang terbawah masih stagnan.


Distribusi Pendapatan Penduduk (%)

(Sumber data: Bank Dunia)


Kontributor: Awalil Rizky