Scroll untuk baca artikel
Kisah Umi Ety

Mengembangkan Rasa Ingin Tahu Anak (Bagian Lima)

Redaksi
×

Mengembangkan Rasa Ingin Tahu Anak (Bagian Lima)

Sebarkan artikel ini

Antusiasme terhadap hal baru membuat Ira mencoba-coba alat musik tersebut. Dia dengarkan demo musiknya, dia ketuk tuts-tuts keyboard mengikuti petunjuk bukunya yang saya terjemahkan. Saya hanya bisa mengajari tuts-tuts yang dibunyikan di jari kanan. Jari kiri untuk pengiring tidak bisa.

Melihat Ira bersemangat, abahnya meminta seorang teman untuk mengajar Ira bermain keyboard. Kami lupa membicarakannya terlebih dahulu dengan Ira. Di luar dugaan, reaksinya bukan senang karena akan bisa mempelajari hal baru dengan dibimbing, malah tampak enggan. Dibujuk dan dijelaskan bahwa ummi tidak bisa mengajari pun masih kurang terima.

Pengajarnya kemudian bermain musik sendiri dan ternyata Adli yang terbujuk untuk mencoba. Ketika saya bertanya mengapa Ira tidak mau belajar main keyboard, dijawab bukannya tidak mau. Melainkan lebih senang mencoba-coba sendiri tanpa guru. Pelajaran lanjutan kemudian lebih diikuti Adli dan nantinya sesekali Aya. Ira hanya sesekali main keyboard dan tetap cenderung tidak mau diajari guru hingga dewasa.

Pelajaran buat saya bahwa untuk hal yang semula anak-anak tertarik untuk belajar pun, mereka tidak boleh merasa terpaksa. Orang tua jangan melakukan tindakan yang dapat mengurangi dan menghilangkan kegembiraan anak dalam belajar. Jika mereka melakukan pun, bisa dipastikan tidak akan memberi hasil yang maksimal. 

Saya dan suami kemudian sangat berhati-hati dalam soalan ini. Selalu waspada agar tak membebani anak dengan ambisi orang tua. Kami pastikan berbincang lebih dahulu dengan anak-anak dalam memutuskan banyak hal. Mencoba memahami kondisi, keinginan dan minat mereka.

Belajar dengan suasana gembira adalah kunci dari keberhasilan menjaga dan mengembangkan rasa ingin tahu anak. Dalam suasana gembira, anak bisa menangkap pelajaran secara lebih mudah.

*******

Berdasar pengalaman soal musik tadi, saya langsung mendatangi pihak sekolah ketika Ira hendak dihalangi mengembangkan minatnya saat kelas satu SMA. Saya dan Ira menemui Wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan. Saya menyampaikan bahwa Ira berminat mengikuti kegiatan Karya Ilmiah Remaja (KIR) sebagai pilihan aktivitas ekstrakurikuler. Sudah membuat makalah yang dinilai lolos untuk jadi anggotanya, namun kemudian dibatalkan oleh pihak sekolah.

Wakil Kepala Sekolah menjelaskan Ira sudah terdaftar menerima beasiswa karena prestasi olimpiade bidang Matematika karena memperoleh medali perunggu olimpiade sain nasional ketika di SMP. Dia diminta fokus kepada kegiatan olimpiade saja dan dilarang mengikuti beberapa kegiatan yang dianggap memakan banyak waktu dan tenaga. Antara lain: Tonti, Jurnalistik, KIR, Teater, dan PMR.