BARISAN.CO – Abdul Muthalib terlihat sempat gemetar saat menyuntikkan vaksin Covid-19 untuk Presiden Joko Widodo. Wakil Dokter Kepresidenan itu mengaku merasa deg-degan sebelum menyuntikkan vaksin Covid-19 buatan Sinovac ke dalam tubuh orang nomor satu di republik ini.
Namun, saat memulai penyuntikan, ia merasa tenang kembali dan dapat mengendalikan rasa gugup yang melanda sebelumnya. Acara penyuntikan di Istana Merdeka pada Rabu (13/1/2021) itu menandai dimulainya Vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
Vaksin adalah cairan berisi zat yang bisa membuat manusia penerimanya kebal terhadap satu penyakit tertentu. Konsepnya lumayan seru. Cairan vaksin berisi virus yang sudah dilemahkan lewat proses rekayasa genetika keren para ilmuwan.
Gara-gara lebih lemah dari virus berkekuatan asli, saat vaksin berisi virus ini dimasukkan ke tubuh, sel imun manusia lebih berpeluang menang saat melakukan perlawanan. Kemenangan sel imun melawan virus lemah dalam vaksin akan menghasilkan apa yang dinamakan antibodi.
Nah, dengan sudah terbentuknya antibodi, kalau ada virus berkekuatan penuh tiba-tiba masuk badan tanpa diundang di masa depan, tubuh bervaksin berpotensi lebih siap menghadapinya agar tidak menimbulkan efek fatal.
Terkait program vaksinasi Covid-19, Indonesia sudah menerima 3 juta dosis vaksin buatan Sinovac siap pakai, diikuti dengan 15 juta dosis bahan baku vaksin (bulk) Sinovac. Selain itu, pemerintah Indonesia mengadakan 50 juta dosis vaksin Novavax, 50 juta dosis vaksin AstraZeneca, 50 juta dosis vaksin Prfizer, juga vaksin melalui kerjasama COVAC-GAVI sebanyak 54 juta dosis.
Untuk mengenal sejumlah jenis vaksin yang akan dipakai di program vaksinasi Covid-19, berikut profilnya.
1. Merah Putih (PT Bio Farma)
Sesuai namanya, vaksin ini dikembangkan oleh Indonesia. Beragam cara digunakan untuk mengembangkan Vaksin Merah Putih, seperti protein rekombinan, DNA, dan RNA.
Adapun vaksin protein rekombinan merupakan bagian dari subunit vaccine, atau jenis vaksin yang mengambil komponen atau antigen dari patogen yang dinilai cocok untuk menstimulasikan imun tubuh. Tipe ini memungkinkan adanya kombinasi dari dua atau lebih sumber DNA.
Mengutip salah satu perusahaan farmasi multinasional Sanofi, vaksin berbasis teknologi rekombinan memiliki kelebihan dari sisi kestabilan ketika digunakan pada suhu vaksin rutin, kemampuan untuk menghasilkan respons imun tinggi berkelanjutan, dan potensi pencegahan penularan virus.
Adapun vaksin Merah Putih masih berada pada uji pra klinis di tahap pertama dan kedua. Vaksin tersebut diproyeksi masuk tahap ketiga pada 2021.
2. Vaksin AstraZeneca
Vaksin bernama AZD1222 merupakan hasil kerja sama University of Oxford bersama perusahaan Inggris-Swedia, AstraZeneca.
Vaksin ini bukan merupakan inactivated vaccine, melainkan menggunakan adenovirus. Mengutip Dr. Sanchari-Sinha-Dutta, adenovirus merupakan virus DNA beruntai ganda yang tidak terbungkus.
Dengan mengadopsi adenovirus sebagai bahan dari vaksin, Ia menilai bahwa vaksin umumnya aman dan tidak memiliki efek samping yang relatif sedikit. Selain itu, kelebihan vaksin meliputi stabilitas thermal yang lebih tinggi dan mudah masuk ke dalam tubuh melalui jalur mukosa sistemik atau pernapasan.
Vaksin dengan bahan dasar adenovirus ini sebelumnya sudah digunakan untuk memerangi penyakit lainnya seperti HIV, ebola, influenza, Mycobacterium tuberculosis, dan Plasmodium falciparum.
Dari segi harga, vaksin ini merupakan yang paling murah di antara vaksin impor lainnya. Harga vaksin ditaksir berada pada US$4 per dua dosis, atau berkisar Rp56 ribu. Sama dengan vaksin lainnya, masyarakat perlu mengonsumsi dua dosis vaksin per orang dengan interval 4 pekan.
AstraZeneca belakangan bekerja sama dengan pengembang vaksin corona buatan Rusia (Sputnik V) untuk melakukan pengujian bersama, dengan harapan meningkatkan efektivitasnya. Pengujian ini akan dilakukan di Ukraina pada 2021.
Vaksin ini punya tingkat efikasi 62-90 persen, menurut laporan The New York Time.
3. Vaksin Sinopharm
Bernama resmi BBIBP-CorV, vaksin ini dikembangkan The Beijing Institute of Biological Products di salah satu perusahaan milik negara di Tiongkok, Sinopharm.
Vaksin Sinopharm memiliki beberapa kesamaan dengan CoronaVac besutan Sinovac. Salah satunya yaitu tipe vaksin yang merupakan inactive vaccine.
Hasil uji klinis yang diumumkan Sinopharm pada 30 Desember 2020 lalu, menyimpulkan bahwa vaksin ini memiliki efikasi 79,34 persen. Hal itu lantas diikuti keputusan pemerintah China mengizinkan penggunaan vaksin Sinopharm.
Namun, perusahaan tersebut belum mempublikasikan detail hasil uji klinis fase 3 vaksinnya.
Dari segi harga, vaksin tersebut ditaksir berkisar US$ 145dolar per dua dosis, atau sekitar Rp2,06 juta. Berbeda dengan CoronaVac tadi, pemerintah Indonesia akan membeli 65 juta dosis vaksin ini hingga akhir 2021.
4. Vaksin Moderna
Vaksin bernama resmi mRNA-1273 dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi yang berbasis di Boston, AS, yakni Moderna. Vaksin ini dikembangkan dengan mengambil bagian dari mikroorganisme. Bedanya, Mrna-1273 merupakan vaksin berbasis messenger RNA (mRNA).
Teknologi mRNA merupakan yang terbaru dan diklaim terdepan. Secara umum, vaksin berbasis mRNA mendorong sel-sel dalam tubuh untuk membentuk antibodi terhadap Covid-19.
Sel tubuh yang sudah menerima ‘perintah’ dari vaksin ini akan membentuk spike protein, sebuah bagian yang tidak berbahaya tetapi ada juga pada bagian luar virus COVID-19. Akibat sel-sel tubuh membentuk spike protein ini pada bagian permukaan sel, sistem imun tubuh akan membaca kondisi tersebut dan mulai memproduksi antibodi.
Dengan demikian, tubuh pengguna pada akhirnya akan mempelajari cara bertahan dari infeksi sejenis di masa mendatang. Dengan kata lain, vaksin berbasis mRNA seolah menipu sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi yang mumpuni untuk menangkal virus, bahkan sebelum terinfeksi.
Uji klinis fase 3 vaksin Moderna telah dimulai pada Juli 2020 dengan melibatkan 30 ribu relawan. Dengan tingkat efikasi mencapai 94,5 persen, vaksin Moderna telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada 18 Desember 2020.
Harga vaksin Moderna diperkirakan sekitar 25-37 dolar AS atau Rp354 ribu-Rp524 ribu per dosis. Vaksin Moderna perlu disuntikkan 2 dosis dengan interval 4 pekan. Vaksin ini bisa bertahan di suhu minus 20 derajat celcius selama 6 bulan.
5. Vaksin Pfizer
Dikenal dengan nama resmi Comirnaty (disebut juga Tozinameran atau BNT162b2), vaksin Covid-19 ini hasil kerja sama Pfizer (perusahaan farmasi AS) dan BioNTech (perusahaan bioteknologi Jerman).
Vaksin Pfizer dibuat dengan platform messenger RNA (mRNA), materi genetik yang dibaca sel tubuh manusia untuk membuat protein. Vaksin tersebut berisi instruksi genetik guna membangun protein virus corona, yang dikenal sebagai spike.
Usai disuntikkan, vaksin ini akan menyebabkan sel-sel membuat protein spike yang dilepaskan ke tubuh untuk menumbuhkan respons dari sistem kekebalan.
Uji Klinis 3 terhadap vaksin ini telah dilakukan dengan melibatkan 43.448 orang yang berusia 16 hingga lebih dari 55 tahun (45 persen berusia 56-85 tahun). Puluhan ribu relawan itu tersebar di AS, Jerman, Turki, Afrika Selatan, Brazil, dan Argentina.
Mengutip laporan Coronavirus Vaccine Tracker The New York Time, hasil uji klinis 3 menunjukkan bahwa vaksin Pfizer memiliki tingkat efikasi mencapai 95 persen. Untuk mencapai tingkat efikasi itu, vaksin Pfizer harus disuntikkan 2 kali dengan interval 3 pekan.
BNT162b2 diproyeksikan akan dijual dengan harga 39 dolar AS untuk dua dosis, yakni sekitar Rp552 ribu. Meskipun, masyarakat perlu mengonsumsi dua dosis per orang seperti vaksin lainnya.
Vaksin itu juga harus disimpan dalam keadaan yang sangat dingin, yakni pada suhu -70 derajat Celcius. Saat ini, vaksin besutan Pfizer dan BioNTech ini sudah memiliki izin guna terbatas di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada.
Meski demikian, pemerintah Indonesia masih melakukan penjajakan untuk menghadirkan vaksin in di Tanah Air.
6. Vaksin Sinovac
Vaksin corona yang bernama CoronaVac diproduksi oleh Sinovac Life Science, perusahaan farmasi yang berbasis di Beijing, China.
Dari dokumen persetujuan Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan pada kondisi darurat yang diterbitkan BPOM RI yang diunggah di laman https://covid19.go.id, menyatakan vaksin Sinovac bisa digunakan buat orang usia 18-59 tahun.
CoronaVac dikembangkan dengan menggunakan platform inactivated viruses, atau virus yang sudah dilemahkan dengan proses kimia, radiasi, dan sebagainya. Jadi, vaksin Sinovac bekerja dengan cara menggunakan partikel virus yang dimatikan untuk mengekspos sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa risiko respons penyakit serius.
Uji klinis tahap 3 vaksin Sinovac sudah dilakukan di Brasil, Turki, dan Indonesia. Kepala Badan POM, Penny Lukito sudah menyatakan bahwa hasil klinis vaksin Sinovac di Bandung menyimpulkan ia memiliki tingkat efikasi (kemanjuran) mencapai 65,3 persen.
Melansir panduan vaksin WHO untuk Indonesia, vaksin tipe ini memerlukan dua dosis untuk menimbulkan respon kekebalan yang memadai. Sehingga vaksin buatan Tiongkok itu diperkirakan dijual dengan harga US$30 dolar per dua dosis atau sekitar Rp425 ribu.
Adapun jenis inactived vaccine dinilai tidak berisiko menimbulkan penyakit lantaran tidak mengandung komponen hidup dari mikroba. Namun, vaksin jenis itu tidak selalu bisa meransang imunitas. Jika muncul kekebalan, efeknya ditaksir tidak bertahan seumur hidup. []
Penulis: Busthomi Rifa’i
Diskusi tentang post ini