Barisan.co – Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2019 diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar Rp15.833,94 triliun.
PDB merupakan nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp13.834 triliun pada tahun 2019 merupakan nilai tambah dari jutaan jenis barang dan jasa. PDB dapat pula disebut sebagai output perekonomian nasional.
Secara teoritis, bisa ditelusuri ke mana perginya seluruh output tersebut. Dipergunakan untuk apa dan oleh siapa saja. Dalam pengertian sehari-hari dibeli oleh siapa saja, dengan catatan ada sebagian barang dan jasa yang dianggap dibeli oleh produsennya sendiri. Dari sudut pandang pembeli atau yang memperoleh barang, nilai barang dan jasa yang dibayarnya adalah pengeluaran.
Dengan demikian, PDB bisa pula dilihat sebagai pengeluaran total atas output perekonomian dalam kurun waktu tertentu. Pengeluaran itu dapat juga dilihat sebagai siapa yang menggunakan atau untuk apa digunakannya. Rinciannya disebut sebagai PDB menurut Pengeluaran atau PDB menurut Penggunaan.
BPS saat ini mengklasifikasi rinciannya yang sering disebut sebagai komponen menjadi enam kelompok. Yaitu: konsumsi akhir oleh rumah tangga, konsumsi Lembaga Non-profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT), konsumsi pemerintah, investasi (pembentukan modal tetap bruto dan perubahan inventori), serta ekspor neto (ekspor dikurang impor).
Komponen Pengeluaran dalam PDB
(Sumber data: Badan Pusat Statistik)
Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup semua pengeluaran atas barang dan jasa untuk tujuan konsumsi akhir, atau memenuhi kebutuhan rumah tangga. Perhitungan nilainya antara lain mencakup: yang berasal dari pembelian, yang berasal dari transaksi barter, yang berasal dari pemberi kerja sebagai bagian dari kompensasi tenaga kerja, dan yang diproduksi untuk dikonsumsi sendiri.
Nilainya pada tahun 2019 sebesar Rp8.965,84 triliun atau 56,62% dari PDB. Sebenarnya secara teknis, nilai itu dihitung memakai metode perkiraan. Namun dilakukan dengan metodologi dan sumber data yang sudah baku. Ada manualnya yang dipakai secara umum di banyak negara. BPS terutama memakai hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) sebagai data pokok.
Komponen LNPRT pada tahun 2019 sebesar Rp206,01 triliun atau 1,30% dari PDB. LNPRT merupakan lembaga yang menyediakan barang dan jasa secara gratis bagi anggota atau rumah tangga, serta tidak dikontrol oleh pemerintah. Di antaranya: organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, perkumpulan kebudayaan dan hobi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga keagamaan, dan organisasi bantuan kemanusiaan.
Komponen konsumsi Pemerintah pada tahun 2019 sebesar Rp1.385,88 triliun atau 8,75% dari PDB. Mencakup pemerintah umum yang terdiri dari pemerintah pusat yang meliputi unit departemen, lembaga non-departemen dan lembaga pemerintah lainnya, serta pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dan daerah di bawahnya. Cakupannya adalah: belanja pegawai, penyusutan barang-barang pemerintah, dan belanja barang (termasuk belanja perjalanan, pemeliharaan, dan pengeluaran lain yang bersifat rutin), tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan pemerintah yang bukan dikonsumsi sendiri oleh pemerintah tetapi dikonsumsi oleh masyarakat.
Komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) pada tahun 2019 sebesar Rp5.119,49 triliun atau 32,33% dari PDB. Didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya mempunyai umur pakai satu tahun atau lebih. PMTB antara lain berbentuk: bangunan/konstruksi, mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan, alat angkutan, dan barang modal lainnya.
Komponen PMTB ditambah dengan komponen perubahan Inventori biasa dianggap sebagai nilai investasi dalam perekonomian.
Inventori didefinisikan sebagai aset berupa barang dan jasa yang disimpan untuk kemudian dijual, digunakan dalam kegiatan produksi atau penggunaan lainnya di waktu mendatang. Jenisnya antara lain: bahan baku dan penolong, barang dalam penyelesaian, barang jadi, dan barang untuk dijual kembali. Yang dicatat dalam perhitungan PDB adalah nilai perubahannya yang pada tahun 2019 sebesar Rp226,92 triliun.
Komponen penggunaan berikutnya adalah ekspor-impor barang dan jasa yang nilai bersihnya pada tahun 2019 sebesar minus Rp77,33 triliun. Nilai ekspor sebesar Rp29.146,36 triliun dan nilai impor sebesar Rp2.991,96 triliun.
Komponen ini memperhitungkan kegiatan transaksi barang dan jasa antara penduduk Indonesia dengan penduduk negara lain. Di antaranya: ekspor dan impor barang, jasa pengangkutan, jasa asuransi, komunikasi, pariwisata, dan jasa lainnya. Data yang digunakan diperoleh dari beberapa sumber yaitu Statistik Ekspor dan Impor, BPS; Neraca Pembayaran baik dari Bank Indonesia maupun Dana Moneter Internasional; serta data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Oleh karena alasan teknis, PDB Indonesia menurut penggunaan di Indonesia saat ini disajikan BPS dengan tambahan item yang disebut diskrepansi statistik. Nilainya pada tahun 2019 relatif amat kecil, hanya sebesar Rp7,13 triliun. Nilainya cukup signifikan pada tahun-tahun sebelumnya.
Diskrepansi statistik adalah semacam item lain-lain, yang tidak bisa digolongkan kepada kategori yang tersedia, yang terutama sekali berkenaan dengan perbedaan antara perhitungan pendekatan pengeluaran dengan pendekatan produksi. Padahal, yang paling diandalkan dan dijadikan patokan oleh BPS adalah perhitungan dengan pendekatan produksi.
PDB menurut penggunaan sering diartikan sebagai jumlah seluruh komponen permintaan akhir atau permintaan agregat suatu perekonomian. Analisis sering dilakukan atas rincian dan porsi komponen. Salah satu yang banyak mendapat perhatikan adalah porsi konsumsi rumah tangga yang amat besar. Jika ditambah dengan konsumsi pemerintah dan LNPRT, maka keseluruhan konsumsi masih sangat dominan. Sering dinilai bahwa porsi komponen investasi dan ekspor perlu ditingkatkan, agar pertumbuhan ekonomi lebih terjamin kesinambungannya.
Konsumsi RT dan LNPRT
(Sumber data: Badan Pusat Statistik)
Untuk data konsumsi sebelum tahun 2010, LNPRT masuk dalam perhitungan konsumsi Rumah Tangga. Porsi keduanya sempat mencapai mencapai 68,14% pada tahun 2003. Kemudian menurun hingga mencapai 55,42% pada tahun 2011. Perlahan naik kembali dan mencapai 57,93% pada tahun 2019.
Seri tulisan PDB lainnya: |
---|
Bagian Satu Bagian Dua Bagian Tiga Bagian Empat Bagian Lima Bagian Tujuh Bagian Delapan |
Kontributor: Awalil Rizky
Editor: Ananta Damarjati
Diskusi tentang post ini