Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Mengerti APBN [Bagian Sebelas]

Redaksi
×

Mengerti APBN [Bagian Sebelas]

Sebarkan artikel ini

Cukup besarnya pengaruh kurs dikarenakan sebagian utang Pemerintah merupakan utang dalam mata uang asing. Porsinya berfluktuasi di kisaran 40 persen dari total utang. Sekitar 90 persennya berdenominasi dolar Amerika. Padahal, posisi utang dinyatakan dalam rupiah.

Pembiayaan Utang dan Tambahan Utang Pemerintah, 2005-2021

Pemerintah dan Bank Indonesia memang berupaya mempertahankan tingkat kurs yang stabil, bahkan cenderung setara antara tahun 2020 dengan 2021. Perpres 72/2020 yang sekaligus merupakan outlook mematok kurs di kisaran Rp14.400-14.800 per dolar Amerika. Sedangkan APBN 2021 menetapkan asumsi Rp14.600.

Kurs pada akhir tahun 2020 belum dapat dipastikan. Volatilitas rupiah atas dolar Amerika terus berlangsung. Bank Indonesia menargetkan kurs akhir tahun 2020 di kisaran Rp15.000.

Jika target Bank Indonesia tercapai, kurs persis Rp15.000, maka kita dapat memprakirakan posisi utang akhir tahun 2020. Secara teknis, faktor ini hanya berpengaruh atas nilai utang terdahulu, karena utang yang diperoleh pada tahun 2020 telah masuk dalam perhitungan RAPBN. Jika kurs akhir tahun 2020 sebesar Rp15.000, maka rupiah melemah 7,91% dibanding akhir tahun 2019. Utang pun bertambah karena faktor ini sebesar Rp196 triliun.

Dengan perhitungan demikian, maka posisi utang pemerintah akhir 2020 akan bertambah dari pembiayaan utang dalam APBN 2020 menurut Perpres nomor 72 (Rp1.220,46 triliun) dan dari pelemahan kurs (RP196 triliun). Menjadi sebesar Rp6.203 triliun pada akhir tahun 2020, dari Rp4.786,59 triliun pada akhir 2019. Tentu realisasi masih menunggu hingga waktunya nanti.

Selanjutnya, utang selama tahun 2021 berdasar APBN akan bertambah sebesar pembiayaan utang (Rp1.177,40 triliun). Jika kurs tidak berubah, setidaknya hanya berselisih amat kecil, maka posisi utang menjadi Rp7.380,4 triliun pada akhir tahun 2021.

Kontributor: Awalil Rizky