Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Mengerti APBN [Bagian Sembilan]

Redaksi
×

Mengerti APBN [Bagian Sembilan]

Sebarkan artikel ini

Dari contoh tadi, arti keseimbangan primer (KP) adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Jika total pendapatan negara lebih besar daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang maka KP akan positif. Masih tersedia dana atau sebagian dana membayar bunga utang.

Sebaliknya, jika total pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang, maka KP bernilai minus. Sudah tidak tersedia dana untuk membayar bunga utang. Sebagian atau seluruh bunga utang dibayar dengan penambahan utang baru.

Pada periode tahun 2000 hingga tahun 2011, KP selalu bernilai positif. Sejak tahun 2012 hingga 2018 tercatat selalu minus. Nilai minusnya sempat meningkat pesat. Pada tahun 2018 berhasil diturunkan secara drastis, karena pendapatan tumbuh tinggi dan defisit dapat ditekan. Namun, KP kembali tercatat minus yang cukup besar pada tahun 2019.

Cara lain melihat nilai keseimbangan primer adalah dengan membandingkan nilai defisit dengan pembayaran bunga utang. Selisihnya akan serupa dengan perhitungan tadi.

Defisit, Pembayaran Bunga Utang, dan Keseimbangan Primer, 2005-2021

(Sumber data: Kementerian Keuangan; 2005-2019: LKPP; 2020: Perpres 72; 2021: APBN)

Serupa dengan analisis tentang defisit, besaran keseimbangan primer juga dapat dilihat dari rasionya atas PDB. Tentu saja, besaran KP jika bernilai minus pun tak akan sebesar defisitnya.

Rasio Defisit & Keseimbangan Primer atas PDB, 2005-2021

(Sumber data: Kementerian Keuangan; 2005-2019: LKPP; 2020: Perpres 72; 2021: APBN)

Dampak pandemi Covid-19 pada APBN memang lebih terlihat pada kondisi defisit dan KP. Besaran minus KP bahkan telah melampaui besaran pembayaran bunga pada tahun 2020 dan 2021.

Keseimbangan Primer tahun 2020 diprakirakan mencapai minus Rp700,43 triliun atau minus 4,28% dari PDB. Dan pada 2021 direncanakan sebesar minus Rp633,1 triliun atau minus 3,59% dari PDB.  

Kontributor: Awalil Rizky