Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Menuntut Kemampuan Membaca

Redaksi
×

Menuntut Kemampuan Membaca

Sebarkan artikel ini

Kelompok ini kemudian terkenal dengan sebutan kaum Khawarij. Bahkan mereka berhasil membunuh Ali. Namun gagal melenyapkan Mu’awiyah, yang berhasil melindungi diri.

Kaum Khawarij memusuhi siapa saja yang bukan golongannya. Mereka mengembangkan konsep “hijrah”, bahwa setiap orang Islam harus berpindah dan bergabung dengan golongan mereka. Jika tidak, maka akan diperangi.

Khaled Abou El Fadl, dalam buku Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, menggambarkan Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab dan pengikutnya ini sebagai Khawarij Islam modern.

Mereka adalah muslim puritan yang mendorong umat Islam untuk kembali pada Islam yang asli dan murni. Islam yang dicipta (kata mereka) oleh Nabi, para sahabat, dan tabiin. Mereka menolak seluruh pengalaman sejarah selain era Nabi dan sahabat. Mereka tak mempercayai demokrasi.

Kemudian, pada 28 Maret 2018, Sukma, putri Presiden pertama RI, membacakan puisi pada acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya. Puisi itu langsung menuai kontroversi karena dianggap melecehkan syariat Islam.

Benarkah Sukma  melecehkan syariat? Saya tidak tahu persis motif Sukmawati saat itu. Saya hanya menangkap Sukma dianggap melakukan fait accompli penutup kepala atau muka (bagi perempuan). Sebagian publik Islam tidak terima. Sukma dituduh melecehkan ayat 59 surah Al-Ahzab, yang memerintahkan kaum perempuan umat Nabi Muhammad untuk mengulurkan jilbab.

Saya, lagi-lagi menangkap itu sebagai kemampuan membaca teks suci, sebagaimana ajakan Nabi Saw. awal. Dan, harus kita akui, kemampuan umat Islam di Indonesia ini masih rendah daya baca. “Padahal, semakin tinggi mutu subjektivitas suatu subjek, makin kaya objektivitas suatu objek.

Jadi kekayaan makna teks kitab, tergantung pada kekayaan pemikiran si penafsir. Sehingga, makin kaya pandangan dan wawasan sang penafsir, objektivitas teks itu pun makin jelas.” ungkap Yudi Latif dalam sebuah diskusi di forum Nurcholish Madjid Society.

Jelasnya, nilai kandungan ayat suci, tergantung siapa yang membacanya. Teks ayat tidak pernah bicara sendiri. Mutu penafsirlah yang menentukan kualitas makna teks. Maka, cara mendekati teks yang begitu saja asal dikutip, seolah teks berkata sendiri apa maunya, adalah awal dari eksklusifisme, dan puritanisme.

Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab, dan sebelumnya Kaum Khawarij, mengidap penyakit itu. Padahal masalah kehidupan dan keberagamaan itu akan terus berkembang, tapi tanpa diikuti daya baca memadai, sama saja menutup rupa indah Islam yang diusung Nabi Muhammad Saw.

Walhasil, Islam hadir dan disebut sebagai agama hingga akhir zaman, berarti menuntut kemauan dan kemampuan kita memahami situasi zaman. Karena software kebudayaan itu mempengaruhi cara kita memahami agama, cara menafsir teks, dan mengamalkannya.