Oleh: Awalil Rizky
Posisi simpanan dana di Bank Umum per akhir Februari mencapai Rp6.726 triliun. Nilainya sedikit turun dibandingkan akhir tahun 2020. Akan tetapi lebih besar atau meningkat dari posisi 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan lalu. Bahkan meningkat 9,73% dari setahun sebelumnya.
Simpanan itu terdiri dari simpanan masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp6.628 triliun dan simpanan dari bank lain sebesar Rp98 triliun. Simpanan berdenominasi rupiah sebesar Rp5.796 triliun dan berdenominasi valuta asing sebesar Rp930 triliun.
Jenis simpanan yang berupa tabungan sebesar Rp2.114 triliun. Berupa giro sebesar Rp1.787 triliun. Berupa deposito, deposit on call dan sertifikat deposito sebesar Rp2.825 triliun.
Data simpanan di Bank Umum dipublikasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tiap bulan. Biasanya untuk kondisi satu atau dua bulan sebelumnya.
Selain informasi di atas, LPS menyajikan informasi distribusi simpanan berdasar kelompok nilai nominal rekeningnya. Terdiri dari 7 kelompok tiering nominal, yaitu: N≤100 Juta, 100 Jt<N≤200Jt, 200Jt< N≤500Jt, 500 Jt<N≤1M, 1M<N≤2M, 2M<N≤5 M, dan N>5 M.
Grafik 1: Nilai simpanan di bank umum (2014-2021)
Sumber data: Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Ada sebanyak 345,72 juta rekening yang bernominal ≤ 100 Juta rupiah. Total nilai keseluruhannya sebesar Rp907 triliun. Porsinya hanya 13,49% dari total simpanan. Rata-rata nilai tiap rekening sebesar Rp2,62juta. Dapat diduga bahwa sebagian rekening hanya bernilai ratusan ribu rupiah, dan sebagian lagi mendekati 100 juta rupiah.
Laju kenaikan jumlah rekening kelompok ini cenderung meningkat lebih cepat dibanding nilai nominalnya. Akibatnya, rerata nilai tiap rekening cenderung turun, meski perlahan. Bisa dikatakan bahwa kelompok masyarakat berpendapatan bawah memilik rekening yang makin banyak untuk berbagai keperluan. Termasuk keharusan membuat rekening baru untuk menerima jenis bantuan sosial tertentu.
Ada sebanyak 5,26 juta rekening yang bernominal lebih 100 juta sampai dengan satu miliar rupiah, dengan total nilai sebesar Rp1.492 triliun. Terdiri dari kelompok 100 Jt<N≤200Jt sebesar Rp373 triliun, 200Jt<N≤500Jt sebesar Rp599 triliun, dan kelompok 500 Jt<N≤1M sebesar Rp521 triliun.
Pada kelompok 1M<N≤2M terdapat 320.998 rekening bernilai Rp455 triliun. Rerata tiap rekening sebesar Rp1,42 miliar. Pada kelompok 2M<N≤5 M terdapat 188.603 rekening bernilai Rp588 triliun, dengan rerata Rp3,12 miliar.
Pada kelompok > 5 M hanya terdapat 110.388 rekening. Namun nilai total simpanannya mencapai Rp3.283 triliun. Nilai tersebut mencapai 48,8% atau hampir seperuh dari total simpanan.
Laju kenaikan nominal kelompok ini lebih cepat dari pertumbuhan jumlah rekeningnya, sehingga rerata meningkat. Rerata nilai simpanan per rekening saat ini (akhir Februari 2021) mencapai Rp29,74 miliar. Sebagai perbandingan, rerata pada Oktober 2014 sebesar Rp24,80 miliar, naik menjadi Rp26,82 miliar pada Oktober 2019, dan sebesar Rp29,28 miliar pada Oktober 2020.
Grafik 1: Rata-rata simpanan tiap rekening (2014-2021)
Sumber data: Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Perlu diingat bahwa data jumlah rekening bukan jumlah orang atau pihak yang memilikinya. Satu pihak bisa memiliki beberapa rekening. Jenis rekeningnya pun beragam, antara lain berupa tabungan, giro, dan deposito.
Data distribusi simpanan bank umum semacam ini antara lain berguna untuk mengukur risiko industri perbankan. Dalam hal bank secara individual, mereka memiliki data distribusi yang lebih rinci dan biasa dianalisis bagi keperluan manajemen.
Dapat dikatakan bahwa makin terkonsentrasi pada satu kelompok yang berjumlah sedikit pihak, maka risiko meningkat. Risiko berupa kemungkinan penarikan bernilai besar dalam waktu singkat. Biasa dikenal sebagai risiko Dana Pihak Ketiga (DPK).
Dari ulasan di atas, distribusi simpanan berdasar tiering nominal selama beberapa tahun terakhir tampak makin terkonsentrasi. Baik dilihat dari kelompok tiering nominal >1 miliar rupiah ataupun khusus yang >5 miliar rupiah. Meski tidak ada informasi resmi untuk publik, dapat diduga bahwa tiap orang atau pihak memiliki lebih dari satu rekening.
Umpama rerata satu pihak dari kelompok >5 miliar memiliki 10 rekening, maka separuh dari simpanan Bank Umum hanya dimiliki oleh sekitar 11 ribu pihak.
Dikaitkan dengan denominasi mata uang simpanan, kelompok >5 miliar ini tercatat memiliki jenis simpanan valuta asing yang terbesar pula. Nilai simpanan mereka yang berupa valuta asing mencapai Rp748 triliun. Merupakan 80,43% dari total simpanan valuta asing. Dengan demikian, risiko perubahan kurs bagi Bank Umum juga terkait hal ini.
Sayangnya, LPS tidak memublikasi tentang distribusi DPK menurut kategori pemilik, seperti individu, perusahaan, lembaga, dan Pemerintah.
Diprakirakan separuh dari nilai simpanan berasal dari rekening individu atau perorangan. Berikutnya adalah rekening perusahaan. Rekening lembaga dan pemerintah berporsi relatif lebih kecil, dari sisi jumlah maupun nominalnya.
Data distribusi simpanan sebenarnya dapat digunakan sebagai salah satu indikator pemerataan atau ketimpangan ekonomi. Sifatnya sebagai data distribusi kekayaan. Contoh data distribusi kekayaan yang terkenal adalah yang dihitung dan dipublikasi oleh Credit Suisse, dengan cakupan jenis kekayaan yang lebih banyak.
Analisis atau perspektif melihat data distribusi simpanan pada Bank Umum dengan ketimpangan perlu mengingat satu hal. Bahwa kepemilikan perusahaan dapat dipastikan cenderung beririsan dengan kelompok perorangan dengan tiering simpanan bernilai besar. Sederhananya, perusahaan lebih banyak dimiliki oleh kelompok tersebut.
Berdasar data distribusi simpanan dari LPS, secara umum penulis menilai ada dua hal yang perlu menjadi perhatian dan pertimbangan kebijakan otoritas. Sekurangnya, dijadikan bahan kajian lebih lanjut. Pertama, indikasi peningkatan ketimpangan dalam hal kekayaan antarpenduduk. Kedua, peningkatan risiko industri perbankan karena sumber dana yang makin terkonsentrasi. []
Awalil Rizky, Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri
Diskusi tentang post ini