Tapi di situlah masalahnya. Kuda-kuda kebudayaan kita serasa tak cukup kuat disangga oleh para punggawa bangsa utamanya dalam melawan arus modernisasi.
Saat ini kita nyaris tak mampu merealisasikan semangat kemerdekaan yang konsekwensinya berdiri di atas kaki sendiri untuk menegakkan kehidupan kebangsaan yang bebas, yang berarti berani menentukan tujuan dan cara hidup kita sendiri.
Rasanya saat ini kita lebih memilih menerima modernisasi menjadi ikon, harapan, dan cita-cita kita sebagai bangsa. Arah pembangunan, ukuran keberhasilan maupun cara-cara yang ditempuh serta instrumen yang digunakan saat ini hampir sepenuhnya modernis.
Pilihan itu sama halnya kita sedang dipersiapkan menjadi ‘manusia baru’ atau ‘manusia lain’ yang bukan lahir dari rahim sejarah dan budaya sendiri. Jika pilihan itu benar, maka telah terjadi pengingkaran atas konstitusi dan cita-cita kemerdekaan. []
