Memberi Kepercayaan dan Menepati Janji
Mengajarkan untuk anak menepati janji juga memerlukan contoh dari orangtua. Oleh karenanya, saya sangat berhati-hati memberi janji pada mereka. Anak-anak biasanya sangat ingat janji orang tua. Mereka tidak mengenal kata batal untuk suatu janji, dan tidak mudah menerima begitu saja penjelasan ketika tak bisa dipenuhi.
Dalam hal janji, orang tua jangan terpaku pada posisi dirinya seperti kesibukan atau urusan lain yang lebih penting. Orang tua sebaiknya mencoba memahami pandangan anak. Seandainya ada janji yang belum bisa dipenuhi disampaikan secara baik dan dijelaskan kemungkinan kapan akan dipenuhinya.
Jika orang tua terbiasa memenuhi janjinya, maka akan lebih mudah membuat anak bersikap serupa. Bahkan ada baiknya orang tua meminta anak berjanji dalam beberapa hal sebagai proses tumbuh kembangnya. Secara bersamaan melatih mereka untuk berupaya keras memenuhi janjinya.
Pengembangan sikap lain yang harus dilakukan orangtua adalah memberi kepercayaan kepada anak. Aya anak ketiga kami sering ditanya teman-teman sekolahnya ketika SMP dan SMA karena nyaris tidak pernah ditelpon ketika sedang berkegiatan tambahan.
Terutama tentang yang banyak temannya ditanya oleh ibunya, seperti: “Pulang jam berapa? Kok belum pulang? Sedang apa di sekolah? Sesudah itu segera pulang!” Aya bercerita sebagian dari mereka suka beralasan sedang belajar bersama untuk menjelaskan keterlambatan pulang.
“Sepertinya orangtua mereka kurang percaya,” kata Aya. “Memang sih, belajarnya sebentar, sekitar satu jam lalu mereka pergi main atau berjalan-jalan. Teman-temanku heran, kok ummi tidak pernah bertanya-tanya seperti itu” lanjutnya.
“Anak-anak ummi sudah bisa diberi kepercayaan untuk berkegiatan ekstrakurikuler di sekolah,” kata saya. Saya menegaskan, “Ummi yakin kalian bisa menjaga dan tidak akan merusak kepercayaan itu.” [rif]