BARISAN.CO – Ekonom INDEF, Dzulfian Syafrian mengatakan Pandora Papers adalah perilaku Firaun abad 21. Ada orang kaya yang menjadi penguasa, menguasai dua capital yakni economy capital dan juga sumber daya politik kekuasaan.
“Jika dua hal itu bersatu dan berkomplot menjadi oligarki, maka akan sulit sekali dikalahkan,” sambungnya dalam diskusi publik Twitter Spaces, Forum Ekonomi Politik Didik J Rachbini, Rabu (6/10/2021).
Menurut Dzulfian, ada fenomena orang kaya yang ingin jadi politisi dan politisi yang juga ingin menjadi orang kaya. Keduanya bermetamorfosis menjadi oligarki yang menyembunyikan harta kekayaannya di negara tax heaven.
Dzulfian menambahkan di kasus Pandora Papers orang kaya yang sekaligus penguasa itu malah tidak membayar pajak. Mereka justru mendapat benefit pajak dari adanya Tax Amnesty dan insentif-insentif pajak lain.
“Akibatnya, jika dilihat by data, semakin ke sini, negara-negara di dunia yang mengalami defisit neraca pembayaran semakin besar, yang berkonsekuensi pula pada utang negara dan utang publik yang pada akhirnya ditanggung orang miskin semakin besar,” terangnya.
Peneliti LPEM FEUI ini mengatakan, hal itu pula yang dialami oleh Indonesia pada kurun waktu terakhir di mana tax ratio saat ini hanya berkisar 10 % saja dibanding negara-negara lain yang mencapai 20-30 %.
“Padahal pendapatan negara mayoritas berasal dari pungutan pajak. Untuk menambal defisit yang terjadi maka PPN dinaikkan dan otomatis berdampak pada masyarakat banyak. Terlebih saat ini ada indikasi uang haram dari pencucian uang masuk ke SBN dan menjadi dana halal,” ujar Dzulfian.
Direktur Pusat Studi Media Demokrasi LP3ES, Wijayanto menyampaikan skandal “Pandora Papers” sebenarnya sudah banyak dibicarakan oleh para ilmuwan politik tentang sepak terjang oligarki.
“Tentang upaya mempertahankan kekayaan dari para “top one percent” yang menguasai mayoritas kekayaan nasional yang telah menguasai sistem politik,” lanjutnya.
Menanggapi dua nama politikus yang disebut dalam laporan Pandora Papers yang disusun oleh Internasional Consortium if Investigative Journalism (ICIJ), Wijayanto mengatakan adanya nama dua orang pejabat Indonesia level menteri Kabinet yang memiliki kekuasaan politik dan akumulasi kapital memungkinkan mereka melakukan apapun. Kasus 2016 “Panama Papers” telah membuktikan, keterlibatan nama-nama para pejabat di Indonesia tidak pernah ada follow up secara hukum.
“Diprediksi, oligarki dengan segala kekuasaan politik dan akumulasi kapital yang dimiliki akan dapat mencegah skandal “Pandora Papers” dibawa ke ranah hukum,” lanjutnya. [Luk]