Sebenarnya hal ini adalah refleksi juga dari sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa seorang Muslim harus selalu membantu saudaranya, baik saudaranya itu berbuat kebaikan dan kebenaran maupun kesalahan.
Pada waktu itu para sahabat bertanya bagaimana mungkin mereka harus membantu saudaranya jika mereka melakukan kesalahan, Rasulullah menjawab bahwa cara mereka membantu saudaranya tersebut adalah dengan mengkoreksi kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya.
Hal di atas pada prinsipnya dalam bahasa sekarang adalah penerapan good governance dan check and balance.
Hal yang senada tetapi dalam ungkapan yang berbeda juga dinyatakan oleh para politisi dan negarawan Amerika Serikat yang di antaranya adalah Theodore Roosevelt (Presiden Amerika Serikat ke 26, 1901-1909).
“To announce that there must be no criticism of the President, or that we are to stand by the President, right or wrong, is not only unpatriotic and servile, but is morally treasonable to the American Public”, yang terjemahannya kurang lebih adalah “menyatakan bahwa di sana harus tidak ada kritik terhadap Presiden, atau kita harus selalu mendukung Presiden, benar atau salah, adalah bukan hanya tidak patriotis and berjiwa budak, tetapi secara moral berkhianat kepada masyarakat Amerika.”
Juga ada kata-kata senada lain dari Benjamin Franklin, salah satu founding father Amerika Serikat yang menyatakan, “it is the first responsibility of every citizen to question authority”, yang terjemahannya, “Adalah tanggung jawab utama dari setiap warga negara untuk mempertanyakan otoritas.”
Dan yang tidak kalah penting, ketika kita menghadapi penurunan kualitas demokrasi dewasa ini, adalah pernyataan George Washington, Presiden Pertama Amerika Serikat, yang menyatakan, “If freedom of speech is taken away, then dumb and silent we may be led, like sheep to the slaughter”, yang terjemahan bebasnya, “Jika kebebasan berbicara dicabut, dan kita diarahkan untuk bisu dan diam, seperti domba-domba yang akan disembelih.”
Tentunya dalam kesempatan yang lain kita bisa bahas di sini batas antara kebebasan berbicara dan penghinaan, tetapi esensi kebebasan berbicara di sini adalah kritik terhadap pemerintahan.
Jadi di atas jelas bahwa dukungan dan kepatuhan kepada pemerintahan ataupun Presidennya, terlepas apakah agama memegang peranan penting atau tidak dalam negara tersebut, hanya berlaku jika sang pemimpin tersebut berpegang kepada nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, kebenaran, kebaikan, dan pemihakan kepada rakyat kebanyakan. Hal ini berlaku mulai dari masa Kekhalifahan Rasyidin dahulu sampai dengan konteks negara modern yang berdasarkan demokrasi dewasa ini.