Scroll untuk baca artikel
Blog

Pembangunan Kecerdasan Politik Rakyat untuk Indonesia yang Lebih Maju: Refleksi Akhir Tahun 2020

Redaksi
×

Pembangunan Kecerdasan Politik Rakyat untuk Indonesia yang Lebih Maju: Refleksi Akhir Tahun 2020

Sebarkan artikel ini

Terlebih lagi di Indonesia, dan para pendukung kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka tidak bisa “gelap mata” terhadap pihak yang didukungnya, baik itu bagi sang pemenang maupun yang kalah.

Kita dengar kekecewaan datang dari kubu kedua belah pihak, baik pagi para pendukung Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo-Sandi. Pendukung pemenang melihat sendiri bagaimana lawan yang sebelumnya diserang habis-habisan ternyata pada akhirnya bisa mendapatkan posisi yang sang pendukung fanatik itupun tidak mendapatkannya.

Lebih parah lagi adalah para pendukung pihak yang kalah, yang bahkan banyak menggunakan sumber dana mereka sendiri sewaktu kampanye dahulu (dengan dalih Prabowo-Sandi tidak mempunyai kekuatan pendanaan sebesar pasangan Jokowi-maruf, alasan yang sebenarnya masih bisa diperdebatkan), yang bahkan sempat berdarah-darah, masuk tahanan, sebagian mereka juga meninggal ketika memperjuangkan pasangan yang didukungnya dalam demo di depan KPU pada Mei 2019 yang lalu.

Coba bayangkan apa yang dirasakan keluarga para korban pendukung pasangan Prabowo-Sandi melihat realitas politik yang seperti mengkhianati esensi perjuangan mereka.

Mengapa hal tersebut menjadi pelajaran politik penting bagi rakyat, bahwa sebenarnya ke depan rakyat pun harusnya tidak perlu terlalu fanatik kepada para calon yang didukungnya. Rakyat harus menyadari bahwa mereka mendukung calon yang mereka dukung adalah karena disatukan oleh cita-cita dan idealisme perjuangan semata, begitu para figur yang didukungnnya dianggap sudah tidak berada direl cita-cita perjuangan dan idealisme bersama, pada saat itulah mereka sudah harus siap meninggalkan figur yang didukungnya tersebut.

Karena fanatisme buta kepada satu figur pada akhirnya hanya akan menimbulkan kekecewaan yang luar biasa. Dan ini berlaku tentunya bukan hanya untuk dua pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2019 yang lalu, tetapi yang terpenting adalah dalam kontestasi politik kedepannya, dan yang terdekat di tahun 2024 mendatang.

Pembangunan kecerdasan politik rakyat penting dalam kerangka menghilangkan “slavish attitude” (watak budak) dari rakyat, yang melihat figur yang mereka dukung adalah segala-galanya bahkan seperti figur setengah dewa. Pada akhirnya walaupun mungkin mereka memiliki kelebihan-kelebihan, tetapi tentunya dan pastinya mereka pun mempunyai kekurangan-kekurangan, karena mereka bukan malaikat, ataupun Nabi yang ma’sum.

Bahkan Nabi pun pernah ditegur oleh Allah SWT ketika terlihat menganggap remeh tamu orang tua miskin yang buta yang dianggap lemah ketika pada waktu yang sama beliau sedang mencoba mengajak pembesar Quraish yang ‘powerful’ untuk masuk Islam. Di sini bahkan seorang Rasul pun mengalami sebuah proses “check and balance.”

Dalam konteks politik Indonesia mendatang khususnya nanti dalam pemilihan Presiden 2024, rakyat kebanyakan harus cerdas, bahwa orang-orang yang akan ikut kontestasi pemilihan presiden tersebut adalah calon-calon pelayan publik yang perlu memberikan pelayanan yang terbaik untuk rakyat, bukan para calon penguasa yang akan menjadi tuan-tuan mereka, yang setelah duduk disinggasana kekuasaan hanya mementingkan kelompok elite saja.

Rakyat perlu menyadari bahwa dukungan mereka terbatas jika para calon yang dipilihnya adalah benar-benar mempunyai pemihakan kepada rakyat banyak, dan bisa berjuang untuk menegakkan sebuah sistem yang berKetuhanan, berkemanusiaan, menjaga persatuan, menghargai musyawarah, dan tentunya akan berjuang untuk terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (esensi Pancasila).