Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Perkembangan Produksi Daging Sapi di Indonesia dari Tahun 2000-2019

Redaksi
×

Perkembangan Produksi Daging Sapi di Indonesia dari Tahun 2000-2019

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Selama hampir 20 tahun terakhir, perkembangan produksi daging sapi di Indonesia relatif mengalami kenaikan. BPS mencatat, produksi daging sapi tahun 2000 sejumlah 399,94 ribu ton, mengalami kenaikan mencapai 490,42 ribu ton pada tahun 2019. Angka tahun 2019 ini masih bersifat sementara.

Dalam pengertian teknis, istilah ‘produk daging’ digunakan untuk menyebut karkas hasil pemotongan ternak (termasuk edible offal, jeroan yang dapat dimakan). Produksi daging sapi, dengan begitu, bisa dimaknai sebagai proses pengolahan hewan ternak sapi untuk diambil dagingnya.

Bila diperiksa perkembangannya sejak tahun 2000, produksi daging sapi cenderung fluktuatif sampai 2007. Baru setelah tahun 2007, produksi mengalami kenaikan hingga puncaknya pada tahun 2012 sebanyak 508,90 ribu ton.

Catatan penting: pada kurun waktu 2012 juga terjadi kenaikkan konsumsi daging sapi tertinggi hingga 2,63 kg per kapita/tahun. Kenaikan konsumsi tersebut 8,32% lebih besar dibanding 2011. Dan tidak pernah ada lagi konsumsi per kapita seperti tahun 2012.


Produksi Daging Sapi 2000-2019

(Sumber data: Badan Pusat Statistik)


Namun kemudian, produksi pada tahun-tahun sesudah 2012 justru menjurus stagnan. Sempat ada sedikit kenaikan di tahun 2016, tapi langsung segera turun bahkan sampai minus -6,20% pada kurun 2017.

Seterusnya sampai 2019, produksi daging sapi juga minus sebesar -1,5% atau lebih kecil 7,55 ribu ton dari tahun 2018.

Secara umum dapat dikatakan, perkembangan produksi daging sapi sejak 2000-2019 tampak belum optimal mencukupi kebutuhan daging sapi nasional. Tentunya, melihat laju konsumsi dan pertumbuhan penduduk, soal ini perlu dikaji lebih jauh. Apalagi jika dikaitkan dengan rencana besar bangsa untuk swasembada daging sapi tahun 2026.

Meski demikian, soal kecukupan pangan memang tidak harus merupakan hasil produksi sendiri, melainkan dapat pula impor dari negara lain. Oleh itu, guna mencukupi kebutuhan daging nasional pada tahun tertentu, pemerintah selalu membuka keran impor lewat asesmen yang dilakukan pada tahun sebelumnya.

Untuk tahun 2020, misalnya, ketika kebutuhan daging nasional diproyeksikan sebesar 723,78 ribu ton, telah disiapkan aturan importasi guna menutup kebutuhan daging yang terhitung defisit 287,41 ribu ton.

Jumlah defisit tersebut didapat dari asumsi kebutuhan daging per kapita/tahun sebanyak 2,68 kg (untuk 269,6 juta penduduk), dikurangi ketersediaan daging nasional yang diperkirakan sebanyak 436,36 ribu ton. Dalam ketersediaan daging itu, di antaranya disumbang oleh populasi sapi potong sejumlah 17,35 juta ekor. (Outlook Daging Sapi Kementan, 2019).

Namun akibat pandemi Covid-19, perhitungan impor daging telah banyak terkoreksi. Banyak negara membatasi aktivitas ekspor-impor dan berusaha mengamankan kebutuhan pangannya masing-masing. Ditambah lagi, pertengahan April 2020, Organisasi Pangan Dunia (FAO) mewanti adanya krisis pangan.

Analisis terbaru FAO menunjukkan, pandemi memperparah situasi pangan di negara-negara yang rentan terhadap krisis dan kelaparan. FAO menyatakan tak ada yang kebal terhadap krisis pangan.


Kontributor: Fathan Aufa, Rifqi Afif Setyawan

Editor: Ananta Damarjati