Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Puasa pada Anak: Kapan, Mengapa dan Bagaimana?

Redaksi
×

Puasa pada Anak: Kapan, Mengapa dan Bagaimana?

Sebarkan artikel ini

BARISAN.COSebentar lagi kita memasuki bulan ramadan. Pada bulan ini, seluruh umat muslim diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan.

Saat berpuasa kita dilarang untuk makan dan minum, dari terbitnya fajar hingga matahari terbenam. Melakoni ini tentu tidaklah sulit bagi orang dewasa, tapi tidak bagi anak-anak.

Maka orang tua harus memahami kapan waktu tepat untuk melatih anak-anak berpuasa, serta memiliki strategi agar mereka mau menjalankan rukun islam keempat ini dengan suka cita.

Menurut Dokter Spesialis Anak Mayapada Hospital Bogor (BMC) dr. Felliyani, Sp.A, waktu tepat untuk mengajarkan anak berpuasa adalah saat mereka berumur tujuh tahun. Pada usia ini, mereka sudah bisa bersosialiasi, mengekang hawa nafsu dan memiliki empati terhadap sesama.

Anak dengan usia tujuh tahun memiliki pemikiran yang sudah maju. Saat mereka mengeluh lapar dan haus, perhatiannya dapat dialihkan dengan mudah. Orang tua bisa mengajaknya untuk membaca buku, diceritakan kisah-kisah nabi, bermain puzzle dan kegiatan laiannya yang sedikit mengeluarkan energi.

“Secara  psikologis, anak usia tujuh tahun sudah bisa puasa dari azan subuh hingga magrib,” kata dr. Felliyani dalam program Health Talk yang disiarkan di Instagram Live Mayapada Hospital, Kamis (8/4/2021).

Saat manusia makan, karbohidrat akan diubah menjadi energi. Saat kelebihan karbohidrat, tubuh akan menyimpannya dalam hati, otot, dan jaringan lemak. Begitu juga dengan lauk-pauk yang terdiri dari lemak. Tubuh akan menaruhnya dalam ‘baterai cadangan’ atau jaringan lemak.

Lemak berfungsi sebagai bantalan tubuh, menjaga suhu tubuh tetap hangat, memproduksi sel dan hormon.

Penelitian menyebutkan energi yang dihasilkan dari makanan dapat dipakai selama empat hingga delapan jam. Jika tidak mengonsumsi makanan lagi atau berpuasa, tubuh akan menggunakan energi yang ada dalam ‘baterai’ tadi.

Pada anak di bawah usia 10 tahun, ‘baterai’ bisa dipakai selama 12 jam. Jadi total energi yang dihasilkan tubuh mampu digunakan selama 16 jam. Sementara di Indonesia, puasa hanya berlangsung selama 13 – 14 jam.

“Artinya anak usia tujuh tahun yang sehat dan memiliki gizi baik bisa berpuasa,” ujarnya.

Untuk mengetahui apakah status gizi anak baik atau tidak, orang tua bisa melihatnya dari berat badan. Jika berat badannya di bawah standar atau dikategorikan sebagai kurus, bisa jadi ‘baterai’ tubuhnya tidak bisa digunakan lebih dari 12 jam.

Kalau kondisinya seperti itu, orang tua tidak bisa memaksakan anak untuk berpuasa penuh. Begitu juga jika anak terlihat lemas, pucat, mengeluh pusing , keluar keringat dingin dan gemetar. Sebaiknya mereka dibolehkan untuk berpuasa setengah hari saja atau sampai beduk zuhur.

Yang Terjadi Pada Tubuh Saat Berpuasa

Orang tua harus memberi pemahaman kepada anak-anak jika berpuasa tidak hanya perintah agama saja, tapi juga bermanfaat bagi kesehatan.

Dokter Felliyani menganalogikan tubuh sebagai pabrik yang tidak pernah berhenti bekerja. Dalam keadaan tidur pun, saluran napas dan jantung masih bekerja. Apalagi kalau makan seharian. Sistem pencernaan juga akan terus bekerja.

Kalau mesin pabrik bekerja tiada hentinya, lama kelamaan pasti rusak. Fungsi pabrik akan menurun. Pabrik menghasilkan asap dan gedungnya menjadi usang. Begitu juga dengan tubuh, jika digunakan terus menerus akan menghasilkan radikal bebas.

Kemudian ada penuaan dini, gagal jantung, gangguan ginjal, dan imunitas menurun.

Saat berpuasa, kerja tubuh akan melambat. Saluran cerna istirahat sesaat. Radikal bebas menurun karena oksidan memiliki waktu untuk melawannya, sehingga imunitas meningkat dan kita bisa memulihkan sel-sel tubuh yang mulai lelah.