Scroll untuk baca artikel
Video

Puncak dari Keterpelajaran adalah Bersyair

Redaksi
×

Puncak dari Keterpelajaran adalah Bersyair

Sebarkan artikel ini
Bersyair
Foto: Barisan.co

Ardi Kafha mengatakan pada abad ke 7, bahwa keterpelajaran adalah bersyair. Jadi para orang tua dulu, bangga jika anaknya menjadi penyair.

BARISAN.CO – Ardi Kafha selaku moderator acara Peluncuran dan Bincang Buku Menuliskan Kepulangan karya Muhamad Arifin mengawali dan mengatakan bahwasanya apakakah buku kumpulan puisi Menuliskan Kepulangan adalah cara atau metode pergi dari rumah dan sekaligus pulang.

“Saya bayangkan menuliskan kepulangan adalah cara atau metode Tuhan kepada kita seyogyanya kita pergi ke luar rumah itu sekaligus pulang. Jadi menuliskan kepulangan itu bukan sekadar bicara cinta kepada kekasih, kepada istri tapi justru untuk secinta sang sejati,” ucapnya, Kamis (9/03/2023).

Ardi Kafha mengatakan kalau dulu pada abad 7, tolak ukur kecerdasan itu kalau hafalannya kuat. Sehingga pada saat itu justru orang yang suka menulis itu dikatakan orang yang lupa ingatan.

Ia juga menuturkan bahwsanya pada abad tersebut puncak dari keterpelajaran adalah bersyair.

“Abad ke 7, bahwa keterpelajaran adalah bersyair. Jadi para orang tua dulu, bangga jika anaknya menjadi penyair. Bahwa kalau kita lihat, kitab-kitab suci berbentuk syair,” terangnya.

Zahid Paningrome justru mempertanyakan buku kumpulan Menuliskan Kepulangan karya Muhamad Arifin, ia mengibaratkan penulisnya seperti serigala yang kesepian.

“Muhamad Arifin itu seperti serigala yang kesendirian. Apakah ketika menulis, kamu menulis itu karena sepi atau sebaliknya karena sepi maka menulis,” ujarnya

Sementara, penulis buku Kumpulan Puisi Menuliskan Kepulangan, Muhamad Arifin menuturkan perjalanan karyanya menjadi buku pada gelaran acara Tadaburan edisi 5 yang diselenggarakan Lesbumi NU Jawa Tengah dan Kasatmata di Kaula Kopi Kota Semarang.

“Naskah saya susun sejak tahun 2019 sebelum Corona, ini adalah catatan saya mengenai perjalanan. Awal saya mengenal puisi dulu di pesantren dan kali peratama baca puisi membaca puisinya Cak Nun. Saya terdorong, apakah saya bisa. Pertanyaan itu mengalir, di SMA saya jurusan bahasa dan selanjutnya kuliah hingga gemar menulis di media masa cetak maupun online dan akhirnya terdokumentasikan menjadi buku,” terangnya.