Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Rekomendasi untuk Melepas Belenggu Resesi

Redaksi
×

Rekomendasi untuk Melepas Belenggu Resesi

Sebarkan artikel ini

BARISAN.COPerekonomian Indonesia masih mengalami pertumbuhan negatif di kuartal I-2021 sebesar -0,74 persen yoy (-0,96 presen qtq). Secara umum, ini menggambarkan bahwa perekonomian Indonesia masih berada di zona resesi.

Sebagian besar sektor masih belum bisa beranjak dari zona minus. Bahkan, ada dua sektor yang awalnya tumbuh positif di pandemi, namun menjadi tumbuh negatif di awal tahun 2021, seperti jasa keuangan dan asuransi serta jasa pendidikan.

Dengan kecenderungan perekonomian yang masih banyak mendapat tantangan, diprediksi optimisme pemerintah yang menyebut akan adanya pertumbuhan 7% pada kuartal II-2021 belum akan tercapai. Selama tidak ada dorongan strategis pada beberapa kebijakan, maka pertumbuhan positif justru terdengar muluk-muluk junto kurang realistis.

“Untuk mencapai pertumbuhan di atas 6 persen pada kuartal II-2021 sangat berat. Dibanding negara-negara mitra dagang yang tumbuh positif, Indonesia masih tertinggal (terkontraksi). Percepatan program vaksinasi serta akselerasi distribusi kebijakan PEN menjadi kunci strategis pemulihan ekonomi,” kata Kepala Center Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M. Rizal Taufikurahman, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/5/2021).

Rizal menjelaskan, Indonesia perlu belajar dari negara lain di mana kecepatan dan pemerataan distribusi vaksinasi serta kemampuan mengendalikan pandemi sangat memengaruhi pemulihan ekonomi. Penting pula untuk memastikan bahwa vaksinasi itu sejalan dengan kebijakan strategis lainnya seperti stimulus fiskal dalam bantuan sosial.

“Program bantuan sosial yang lebih tepat sasaran, jumlah yang memadai, serta pilihan program mesti efektif. Hapus program-program yang memiliki kecenderungan tidak efektif dan tumpang-tindih sasaran. Hal ini karena kalau dibiarkan, bantuan sosial akan memberikan implikasi naiknya simpanan masyarakat dan bukan konsumsi,” kata Rizal.

Selain itu, INDEF juga menyarankan agar insentif fiskal diprioritaskan pada sektor-sektor yang masih negatif pertumbuhannya, seperti hotel, restoran dan angkutan.

Adapun dalam laporan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021, diketahui sektor yang masih negatif di antaranya adalah Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Jasa Perusahaan; Jasa Pemerintahan; dan Jasa Lainnya.

Ada pula sektor yang awalnya negatif menjadi positif seperti Pengadaan Listrik dan gas. “Sektor yang dari negatif menjadi positif menjadi sektor yang bisa keluar dari resesi,” kata Rizal.

Dalam kajiannya, INDEF juga merasa pemerintah perlu melakukan perubahan mendasar dalam postur APBN. Hal itu lantaran beberapa kondisi makro telah berubah. Dalam perkembangan terbaru, beberapa negara sedang mengalami gelombang serangan Covid-19 kedua maupun varian baru Covid-19.

Untuk itu, INDEF menyarankan agar pemerintah juga mempertimbangkan dinamika internasional terutama apa yang sedang dialami India.

“Pertumbuhan ekonomi global diprediksikan akan membaik pada tahun 2021, namun dengan kasus India, menjadi perhatian serius secara global karena bisa menyebabkan global risk meningkat guna perbaikan konsumsi dan value chain global,” jelas Rizal. [dmr]