“Jaman kuliah dulu absen itu tidak seketat sekarang. Mau UTS dan UAS, tidak ada pertimbangan jumlah kehadiran. Jadi tidak perlu titip absen jika membolos, kecuali beberapa dosen saja. Nah urusan membolos itu seperti bagian dari hobi. Sering banget bolos. Kalau pelajarannya nggak menarik ya tidak berangkat,” kata Rofandi dengan tersipu.
Rofandi menceritakan terdapat hal menarik yang ia lakukan saat banyak bolos. Ia menemui dosen pengampu mata kuliah Teknik Pengolahan Hasil Pertanian dengan menyampaikan permintaan maaf karena tidak bisa mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS) dikarenakan sedang mengikuti Konferensi Cabang HMI.
“Untung beliau itu mantan aktivis GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia red-). Sehingga saya diberi waktu untuk UTS. Ketika nilai tidak masuk standar, diberi peluang ujian lagi, karena beliau keburu ke Amerika untuk studi lanjut. Waktu itu semester lima,” jelasnya.
Ia pun menyadari jika di antara dosen-dosen yang tidak terlalu memiliki simpati kepada mahasiswa, nyatanya masih ada dosen yang menghargai.
Menjadi dosen bukan hal mudah karena setiap mahasiswa memiliki sifat beragam dan terkadang kesalahan yang dilakukan dapat menjadi bumerang. Namun, sebagai dosen yang memiliki tanggung jawab sebagai pendidik, hal tersulit yang dihadapi kala menjadi dosen ialah memikirkan apakah mereka memahami materi yang disampaikan.
Rofandi pun dikenal sebagai salah satu dosen yang ketat soal memberi nilai. Kala ia masih menjadi dosen di salah satu Universitas di Lampung, ada mahasiswa yang tidak lulus, ia pun memutuskan untuk meninggalkan kampus tersebut.
“Maklum kampus di Sumatera, pada saat itu, kalau bukan mahasiswa yang bersangkutan yang protes, bisa juga ortunya yang datang. Jadi setelah mengeluarkan nilai, saya kabur ke kampung halaman, Yogya,” pungkas Rofandi.
Cerita menarik lainnya sebagai dosen ialah saat seorang mahasiswa datang kepada Rofandi sambil menangis. Hal ini dikarenakan mahasiswa tersebut hampir Drop Out (DO).
“Dan itu mahasiswa bimbingan PA saya sendiri. Kira-kira begini kata dia: “Pak saya ini mahasiswa bimbingan PA bapak sendiri, mengapa di hampir mata kuliah yang bapak ajarkan saya tidak lulus?”
Mendengar hal itu Rofandi pun tertegun, dalam benaknya kala itu, yang dikatakan oleh mahasiswa tersebut adalah benar. Pada semester keempat, ia pun ekstra membimbing agar mahasiswa tersebut tidak jadi di-DO. Usahanya pun berhasil, mahasiswa itu tidak di DO pada dua tahun evaluasinya.
Dengan bangga, Rofandi berkata “Hebatnya dia ini, kemudian saya percaya menjadi asisten peneliti saya bahkan di penelitian level nasional, yang tidak mudah pengerjaannya. Lulus tepat waktu, langsung dapat pekerjaan mapan. Sampai sekarang masih komunikasi.”