Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Samar, Informasi Laba Keseluruhan BUMN

Redaksi
×

Samar, Informasi Laba Keseluruhan BUMN

Sebarkan artikel ini

INFORMASI publik tentang kondisi keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara konsolidasi beberapa tahun ini terasa makin kurang meyakinkan. Informasi umumnya hanya dari berita media pernyataan Menteri atau Sekretaris Menteri Kementerian BUMN. Informasi di laman kementerian sendiri tidak memadai dan terlambat dimutakhirkan.

Saat ini, awal Agustus 2022, laman kementerian BUMN hanya menyajikan dua tampilan data yang dapat diketahui publik. Pertama, berupa informasi satu tabel berjudul kinerja keuangan BUMN sebagai bagian dari rubrik investor. Datanya hanya untuk kondisi tahun 2020. 

Kedua, berupa dokumen berjudul “KILAS KINERJA BUMN Kuartal 3-2021” setebal 22 halaman. Konten tentang kondisi keuangan BUMN konsolidasi atau keseluruhan memang cukup lengkap. Akan tetapi, hanya kondisi tahun 2019, 2020, dan tiga kuartal 2021. Tahun 2021 belum dimutakhirkan untuk kurun setahun penuh. Dan tidak ada informasi selama lima tahun terakhir agar bisa dianalisis.

Beberapa tahun lalu, data umum keuangan BUMN secara konsolidasi tersaji secara cukup baik. Ada yang berupa dokumen dengan tabel data, dan ada yang berupa infografis. Orang awam pun sepintas bisa memperoleh gambaran perkembangan sekurangnya untuk kurun lima tahun terakhir. Tanpa ada penjelasan, data-data tersebut telah menghilang saat ini.

Wajar jika perdebatan tentang nilai aset, utang dan modal keseluruhan BUMN yang dalam binaan Kementerian BUMN terus berlangsung. Perdebatan akhirnya bukan hanya pada soalan analisis data, melainkan pada besaran data itu sendiri. Perbincangan di media sosial yang bersifat pro kontra tampak makin menambah bingung publik.

Contoh terkini mengenai laba keseluruhan BUMN yang diberitakan banyak media masa berulang kali pada bulan Juni 2022 lalu. Diwartakan antara lain pada Rapat Dengar Pendapat dengan DPR, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan laba BUMN pada 2021 mencapai Rp126 triliun. Sedangkan laba pada 2020 hanya sebesar Rp13 trilyun.

Berdasar informasi itu, ada media yang memberi narasi tentang laba yang tumbuh 869% dibandingkan tahun sebelumnya. Ada pula yang menyimpulkan naik hampir sepuluh kali lipat. Menteri Erick Thohir sendiri mengklaim sebagai prestasi yang luar biasa.

Hingga opini ini ditulis, awal Agustus 2022, data kinerja keuangan BUMN pada laman Kementerian masih belum dimutakhirkan untuk kondisi tahun 2021. Dan oleh karena tidak tersedia data rentang waktu sekurangnya lima tahun, maka publik mungkin akan menerima klaim sebagai prestasi luar biasa tersebut.

Padahal, data Kementerian BUMN terdahulu, yang sudah dihapus dari lamannya, laba pada tahun-tahun sebelumnya justeru tercatat lebih besar. Antara lain: Rp176 trilyun (2016), Rp186 trilyun (2017), dan Rp189 trilyun (2018), dan Rp167 trilyun (2019). Data yang telah dimutakhirkan oleh Kementerian menyebut laba tahun 2019 hanya sebesar Rp125 trilyun.

Meskipun bisa beralasan karena dampak pandemi covid-19, kenaikan laba pada tahun 2021 baru bersifat pemulihan dari penurunan yang luar biasa pada tahun 2020. Pemulihan pun belum terjadi sepenuhnya, karena hanya setara dengan tahun 2019. Tahun 2019 justru sudah menurun dari tahun-tahun sebelumnya.    

Sekali lagi, karena data rentang waktu (time series) belakangan ini tidak lagi disajikan oleh laman Kementerian, maka menjadi tidak mudah bagi publik untuk mencermati apalagi menganalisisnya. Ada beberapa data yang memang mesti dimutakhirkan terkait dengan keterlambatan audit atas laporan keuangan beberapa BUMN.

Sebagai contoh perbedaan informasi laba tahun 2021 dari Menteri Erick Thohir di atas dengan yang disajikan dalam lampiran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021. LKPP tiap tahun mencakup keuangan BUMN secara konsolidasi. LKPP disampaikan Pemerintah kepada BPK pada akhir Maret, dan diperiksa hingga akhir Mei.