Dahulu, disisi makam para pendiri kota Semarang itu terdapat sebuah genthong dari tanah liat berisi air wudlu. Sayang, genthong ini keadaan sekitarnya kurang terawat, bahkan akhirnya hilang tak ketahuan rimbanya. Bahkan cungkup makam dan kayu-kayunya yang telah rapuh termakan rayap kondisinya sungguh sangat menyedihkan!
Apabila kita memasuki kawasan TPU Bergota dari jalan Dr. Soetomo, kita akan disambut oleh beberapa batang pohon asem besar dan cukup tua, terdapat di tepi jalan yang menanjak di tengah bukit.
Jalan yang tidak begitu lebar ini adalah jalan tembus yang menghubungkan jalan Dr Soetomo dan jalan Kiai Saleh. Apakah pohon-pohon ini yang mengilhami Syeh Jumadil Kubro memberi nama kota ini dengan nama Semarang? Wallahu ‘alam bissawab…. !
Selain menyiarkan agama, Syeh Jumadil Kubro juga membantu masyarakat membuat sungai, yang kita kenal sekarang bernama Lependamel atau Kaligawe.
Makam beliau dahulu berada di tengah-tengah tambak yang sepi, tapi sekarang sudah berada di tempat yang baik dengan sebuah jirat yang berada dalam masjid, namanya Masjid Syeh Jumadil Kubro.
Masjid ini terletak disisi jalan tol Kaligawe, dibangun pada era Walikota Semarang H Soetrisno Suharto. Petilasan dan makam beliau menjadi tujuan berziarah umat Islam dari berbagai penjuru.
Dalam sumber sejarah atau legenda lainnya, petilasan atau makam Syeh Jumadil Kubro juga berada di kota Gresik, Yogyakarta, dan Cirebon. Asal mula nama Semarang tidak terlepas dari peran ulama. Mana yang benar, wallahu ‘alam bissawab…! (Oleh: Djawahir Muhammad).[]