Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Sejauh Tak Didukung Anggaran, Agenda Ekonomi Hijau Jokowi Bisa Menguap Hampa

Redaksi
×

Sejauh Tak Didukung Anggaran, Agenda Ekonomi Hijau Jokowi Bisa Menguap Hampa

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Presiden Joko Widodo bicara mengenai ekonomi hijau dalam arahannya di pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2021 di Jakarta, Selasa (4/5/2021).

Presiden menyampaikan, sekaligus mengingatkan, bahwa Indonesia sebagai paru-paru dunia harus mendapatkan manfaat dari perkembangan dunia yang mengarah pada green economy. Untuk itu, teknologi hijau serta produk hijau harus diperkuat agar Indonesia bersaing di pasar global.

“Kita bisa memperoleh manfaat besar dari hutan tropis, mangrove yang kita miliki … Ini adalah kekuatan kita ke depan,” kata Jokowi.

Untuk itu, Jokowi menyebut transformasi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) harus terus digenjot. Hal ini juga demi mendukung target pengurangan temperatur 2 derajat celcius sesuai apa yang tertulis di Perjanjian Paris.

Dalam rencananya ke depan, Presiden menyampaikan bahwa EBT akan dimanfaatkan secara bijak guna menyejahterakan rakyat dengan tetap menjaga alam dan keberlanjutan produksi.

“Kita sudah merencakan membuat green industrial park, kawasan industri hijau, dan kita siapkan di Kalimantan Utara, karena kita ingin memanfaatkan hidropower di sungai Kayan dan ini akan menghasilkan energi hijau, energi baru terbarukan, yang akan disalurkan ke kawasan industri hijau, sehingga muncul produk-produk hijau dari sana,” tuturnya.

Perlu Komitmen Anggaran

Menanggapi pidato Presiden, Direktur Eksekutif Rumah Indonesia Berkelanjutan Yusdi Usman berharap pemerintah dapat memastikan kebijakan fiskal Kementerian Keuangan sinkron dan mendukung perencanaan yang ada.

Sebab menurut Yusdi, belum ada indikasi kuat bahwa Indonesia sedang bergerak menuju ekonomi hijau, sekurang-kurangnya dilihat dari sisi anggaran.

“Alokasi anggaran prioritas nasional yang diusulkan oleh Bappenas untuk mendukung pencegahan bencana iklim sangat kecil, yakni hanya Rp9,6 triliun. Ini memperlihatkan bahwa keseriusan pemerintah mendukung transformasi ekonomi hijau dan pencegahan krisis iklim masih sangat lemah,” kata Yusdi Usman saat Barisanco meminta keterangan, Selasa (4/5/2021).

Yusdi Usman menyarankan agar pemerintah memperbesar stimulus green recovery dalam anggaran pemulihan ekonomi nasional. Sejumlah skema fiskal bisa digunakan.

“Pertama, lewat skema perpajakan berupa tax allowance, tax holiday, dan pembebasan bea masuk impor. Kedua, kebijakan lewat belanja negara di mana Kemenkeu sudah menggunakan pendekatan climate budget tagging di pusat dan daerah. Dan ketiga lewat kebijakan anggaran APBN.”

Stimulus fiskal, menurut Yusdi, penting didorong sebagai isyarat bahwa pemerintah serius dalam pemulihan green economy. Hal itu terutama perlu diperkuat pada sektor lahan, energi, pertanian, dan persampahan, yang selama ini besar menyumbang emisi dan memengaruhi banyak sisi keberlanjutan ekonomi Indonesia.

Diketahui, sampai pada 2020, komposisi bauran energi di Indonesia masih begitu tergantung kepada energi fosil. Persentasenya adalah 38% batu bara, 31,6% minyak bumi, 19,2% gas bumi, dan 11,2% EBT. Perlu strategi khusus untuk mengakselerasi pemanfaatan EBT yang terbukti lebih ‘hijau’, seperti yang dikehendaki Presiden Jokowi.

Jika tidak didukung anggaran yang memadai, Yusdi Usman menduga keinginan Presiden Jokowi untuk bertransformasi menuju green economy lewat pemanfaatan EBT hanya akan menguap hampa.

“Transformasi menuju energi terbarukan adalah kebutuhan yang sangat mendesak. Jika pemerintah tidak mempersiapkan berbagai strategi, termasuk kebijakan fiskal untuk mendukung ekonomi hijau ini, maka upaya penanganan dan pencegahan krisis iklim tahun 2030 dan 2050 tidak akan terwujud,” pungkas Yusdi Usman. []