Scroll untuk baca artikel
Blog

Senyapnya RKUHP yang Bakal Disahkan Meski Banyak Tuai Kontroversi

Redaksi
×

Senyapnya RKUHP yang Bakal Disahkan Meski Banyak Tuai Kontroversi

Sebarkan artikel ini

2. Pasal Penghinaan Lembaga Negara

Draf RKUHP juga membuka peluang menjerat orang yang menghina lembaga negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketentuan itu diatur dalam sejumlah pasal d Bab IX tentang Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara diatur sejumlah ketentuan.

Jika merujuk terhadap pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang memuat frasa ‘memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan Undang-Undang Dasar’ maka dapat disebut lembaga negara itu yaitu MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,  Komisi Yudisial, Kepresidenan. 

Berikut bunyi Pasal 353 dan 354 yang tertuang dalam RKUHP tersebut:

Pasal 353
1. Setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
3. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.

Pasal 354

Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar yang memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pasal 353-354 ini juga berpotensi menjadi pasal karet. Hak dan kebebasan warga negara yang sangat besar berpeluang dikekang dan juga dapat menjadi jelmaan dari pasal subversif.

“Pasal ini, tidak saja kabur dan multitafsir, tetapi juga sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dasar dalam masyarakat demokrasi yang modern. Selain itu, hukum pidana tentang penghinaan tidak boleh digunakan untuk melindungi suatu hal yang sifatnya subjektif, abstrak dan merupakan suatu konsep seperti lembaga negara, simbol nasional, identitas nasional, kebudayaan, pemikiran, agama, ideologi dan doktrin politik,” kata Erasmus.