Menurut Prof. Quraish, di Makkah pada masa jahiliyah tidak dikenal kemunafikan, karena sikap terbuka mereka yang disertai keberanian menanggung risiko. Kemunafikan baru dikenal di Madinah. Masih menurut beliau, tolok ukur akhlak adalah sikap terhadap perempuan. Dan, tidak sepenuhnya tepat jika masyarakat jahiliyah itu melecehkan perempuan. Tidak sepenuhnya benar bahwa masyarakat jahiliah gemar mengubur hidup-hidup anak perempuan. Juga tak tepat jika masyarakat sebelum kenabian Muhammad saw. itu menganggap perempuan bak barang yang diperjualbelikan atau sekadar boneka pelampias berahi.
Dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad, Prof. Quraish memaparkan sekian banyak riwayat yang menandaskan betapa harga diri perempuan tempo itu sedemikian penting dan besar. Jelas, bertolak belakang dengan sebagian Sirah Nabawiyah yang justru mendiskreditkan perempuan khususnya, dan masyarakat jjahiliyah pada umumnya.
Kisah Salma al-Ghifariyah, istri Urwah ibn al-Wird al-Abasy, yang sedemikian berharga diri, yang dicintai dan mencintai suaminya bersedia berpisah karena tidak tahan merasa diri sebagai perempuan rampasan perang. “Kematian lebih kusukai daripada hidup di tengah kaummu berucap tentang diriku: ‘Budak Urwah yang begini atau begitu…’ Maka, tinggalkan aku! Kembalilah dan berbaik-baiklah kepada anak-anak kita!”
Jadi, hubungan pria dan istri dan keluarganya di kalangan masyarakat Jahiliyah cukup terhormat dan beradab. Para wanita memiliki kebebasan berpendapat dan wewenang yang cukup. Memang ada penggalan kisah yang menunjukkan betapa acap kali perempuan dilecehkan, tapi bukan berarti semua perempuan terlecehkan. Tidak semua perempuan menerima begitu saja pelecehan yang menimpa mereka. Ada istri-istri yang berdiskusi dan membantah suami, apalagi di era Nabi saw. yang sangat biasa berdebat dan menyampaikan pendapat secara lantang kepada sang nabi, tapi sayang hal itu kurang diapresiasi oleh penulis sejarah nabi.
Lagian, pelecehan terhadap kaum perempuan itu terjadi di mana-mana, bahkan hingga hari ini. Namun, berasa tidak adil jika penghinaan martabat perempuan itu tersaji secara berlebih-lebihan hanya pada masyarakat jahiliyah. Hal ini bukan berarti masyarakat jahiliyah bukan masyarakat yang bejat, tegas Prof. Quraish. Masyarakat sebelum turun wahyu Al-Quran itu pun sungguh bejat, serupa dengan masyarakat-masyarakat di belahan bumi mana pun, termasuk masyarakat Jawa, yang raja-raja dan para bawahan legal menyimpan banyak selir.
Prof. Quraish membantah bahwa Umar ibn Khattab itu pernah melakukan penguburan hidup-hidup putrinya. Bahkan beliau menegaskan bahwa menanam anak perempuan hidup-hidup, bukanlah kebiasaan yang direstui oleh masyarakat jahiliyah. “Karena itu sebagian dari suku Quraisy, bukan saja mencegahnya, tetapi bahkan menebus orangtua yang bermaksud melakukannya.”