MAKIN demokratis suatu sistem, makin menguntungkan Islam, yakin Kuntowijoyo. Karena demokrasi, sebetulnya selain sebagai teori kekuasaan juga teori tentang hak-hak rakyat. Dan, perangkat kekuasaan itu sendiri berupa birokrasi, dan kepemimpinan, perangkat hukum, militer.
Birokrasi yang diperlukan oleh umat Islam adalah yang legal-rasional. Birokrasi yang pengangkatannya berdasar kualifikasi teknis yang objektif. Birokrasi, yang selanjutnya, bisa melayani kepentingan umum, bukan kepentingan pengusaha semata.
Kepemimpinan yang dibutuhkan juga yang bersifat legal-rasional, bukan lagi yang kharismatis. Sehingga, terjaga kesadaran dan usaha bahwa Islam tetap menjadi agama yang secara substantif fungsional. Islam tidak terjebak lagi hanya jadi simbol sosial-politik. Tidak lagi menjadi alat legitimasi politik.
Namun, perjalanan demokrasi di negeri ini tidak berjalan mulus. Salah satu kendala karena pembangunan ekonomi kita tidak merata. Ada masyarakat yang hidup pada tingkat pra-agraris, sebagian besar berada dii tingkat agraris, dan hanya sedikit yang bisa menikmati kue kemajuan. Di sana sini masih banyak sisa-sisa feodalisme.
Sehingga, sistem simbol politik masih lebih menguntungkan kekuasaan ketimbang masyarakat. Terbukti, tingkat melek pengetahuan masyarakat masih rendah, budaya lisan (terlebih kini era media sosial) masih merajai.
Solusi yang ditawarkan, oleh Kuntowijoyo, adalah pertama, elite agama—yang memang potensial menjadi vote getter—harus mengambil jarak dengan semua partai politik. Partisipasi elite agama dalam politik bersifat pragmatis, tidak praktis.
Kedua, pada birokrasilah andalan kita, bukan kepemimpinan. Birokrasi ibarat pabrik, maka stabilitas kolektif segenap anak bangsa lebih diutamakan, ketimbang segelintir elite politik dan elite ekonomi.
Ketiga, umat harus tegas merumuskan musuh bersama, yaitu materialisme dan sekularisme. Materialisme sendiri ada dua, yaitu materialisme metafisis dan materialisme etis. Materialisme metafisis adalah aliran filsafat yang mencoba mencari akar asal usul pada materi, contoh nyata Marxisme.
Marxisme berusaha menjawab hubungan kesadaran dan keberadaan, bahwa keberadaan adalah primer, sementara kesadaran sekunder. Keberadaan (materi atau struktur) menentukan kesadaran (superstruktur).
Dunia materi selalu bergerak secara dialektis, artinya ada konflik antara kelas proletariat melawan borjuasi. Artinya, transformasi sejarah berjalan sesuai dengan kondisi material yang konkret. Kondisi sejarah (struktur) ditentukan oleh kondisi ekonomi (determinisme ekonomis).