Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Soal Islamisasi Jawa dan Ahlusunnah Waljamaah

Redaksi
×

Soal Islamisasi Jawa dan Ahlusunnah Waljamaah

Sebarkan artikel ini

BANYAK sejarawan Islam Indonesia yang menilai Islamisasi di Jawa dilakukan dai sinkretik. Islamnya tidak murni. Riclefs menyebutnya mistik sintetis. Terjadi pembauran antara Hindu-Budha dan Islam.

Semakin ke sini, saya semakin ragu dengan pembacaan ini. Terlepas dari kontribusi mereka untuk membaca gerak sejarah dan membuat kita paham kondisi masa lalu.

Saya justru melihat bahwa para dai dan mubalig yang melakukan Islamisasi di Jawa ini menyebarkan Islam sebagaimana yang dipahami para ulama kebanyakan. Dalam konteks ini, ahlusunnah waljamaah.

Dalam fiqih memilih Syafi’iyah atau tiga madzhab fiqih lainnya, yaitu Malikiyah, Hanafiyah, atau Hanabilah. Dalam akidah mengikuti Imam Asy’ari atau Imam Maturidi. Dalam tasawuf mengambil model Imam Junaid al-Baghdadi, yang menggabungkan syariat dan ma’rifat. Dalam akhlak mengikuti perumusan Imam Ghazali.

Misalnya, Kiai Ageng Hasan Besari dari Gebang Tinatar Ponorogo. Beliau dibaca sebagai seorang ulama dan ahli kebatinan. Ini kok tidak tepat ya. Salah seorang kakek-pamannya adalah seorang hafidz, penghafal al-Quran, pertama di Ponorogo, Kiai Nur Shodiq Besari. Kakeknya, Kiai Ageng Muhammad Besari dikenal sebagai ulama sekaligus sufi.

Kiai Hasan Besari punya murid sekaligus teman, Kiai Abdul Mannan. Kiai Abdul Mannan ini pendiri Pondok Pesantren Tremas, kakek Syaikh Mahfud Termas. Dilihat dari aspek sanad ini, rasanya sulit menerima tafsir bahwa Kiai Hasan Besari seorang sinkretis. Atau kejawen.

Sore ini saya mendapatkan penguatan asumsi saya setelah mendengar cerita dari Gus Baha saat pengajian Haul Masyaikh Pondok Leteh pada Selasa 12 Oktober 2021.

Menurut Gus Baha, Kiai Hasan Besari dan Kiai Abdul Mannan nyantri sampai ke Mekkah. Bahkan, Kiai Abdul Mannan ini sampai ke Kairo dan menyaksikan salah satu kewalian pengarang Ithaf Sadat al-Muttaqin, syarah Ihya Ulum ad-Din, yakni Syaikh az-Zabidi.

Selain itu, jaringan keilmuan antara ulama di Nusantara dan di Haramain sudah tercipta sejak lama, di antaranya, berkat jalur rempah.

Melihat ini, sudah tepat kiranya Hadlratusyaikh Hasyim Asy’ari menyatakan dalam Risalah Ahlisunnah waljamaah bahwa penduduk Jawa (untuk menyebut Nusantara) ini sudah lama berpegang kepada ahlusunnah waljamaah.

Wallahu a’lam