Ini memang drama klasik. Yang di pertontonkan dengan gaya unik. Banyak orang bertasbih dan bermunajat demi cinta, namun hanya untuk mengharap satu kekuasaan dunia. Bukan kekuasaan yang membawa diri untuk mendekat kepada sang khalik.
Ini bukan roman picisan yang dibuat-buat hanya untuk kepentingan sesaat, namun ini hanya kisah baru yang di bumbui dengan aroma kepuasan. Banyak manusia mengorbankan hartanya bukan untuk di jalan Allah namun hanya untuk berkampanye dengan dalih sedekah.
Terima kasih iblis engkau telah berkorban demi keangkuhanmu. Dengan keangkuhanmu itu kami akhirnya dapat turun ke dunia melalui kakek moyang kami Nabi Adam, karena bujuk rayumu untuk memakan buah kuldi. Inilah tanda-tanda bagi mereka yang mepunyai akal pikir. Seandainya Adam tidak turun ke dunia mungkin kisah akan menjadi lain. Dan semua hanya Allah yang mengetahui sekenario dunia.
Namun aku tetap berterima kasih kepada iblis, seyogyanya, jika waktu itu iblis bertaubat. Tentu kejadian di dunia akan lain. Tidak ada yang akan mengangu manusia untuk beribadah. Siapa lagi kalau bukan setan, kita menyaksikan antara kebaikan dan keburukan, karena adanya sang iblis. Malaikat yang ada di kanan kiri kita, juga akan mendapatkan tugas sebagaimana mestinya, tidak hanya berzikir semata.
Terima kasih iblis karena engkau telah mengkorbankan dirimu, hanya untuk manusia lugu yang tidak punya malu. Yang hanya mengejar kenikmatan dunia. Harta ditumpuk serta dihamburkan tidak berguna. Hidup berfoya-foya karena musik kejahiliahan melanda otak pikirannya.
Terima kasih iblis engkau juga telah turun kedunia untuk bersaing menjadi khalifah di muka bumi ini. Namun kepemimpinanmu membuat rakyat sengsara. Kekuasaan jadi rebutan dan kursi jabatan menjadi incaran serta kepuasan jadi jargon kehidupan.
Hai…iblis engkau telah bersemayam di hati para pemimpin-pemimpinku baik dari golongan para ulama maupun keturunan pebisnis hingga keturunan ningrat.
“Namun aku berpesan padamu, ada pedang yang tidak bisa berkarat.”
Pemuda itu telah sampai di kamarnya. Ia rebahkan tubuhnya di lantai, matanya merayu mimpi untuk kembali menjalani hidup yang berarti. Dan desa terpencil ini, kini semakin terkucilkan.
Dan aku menjadi bagian tarian sang Iblis yang tidak peduli arti kebahagiaan. Barangkali ingin balas dendam. Sebab sujud atas nama kehormatan dan penguasaan ilmu pengetahuan.