Dapat dikatakan bahwa makin terkonsentrasi pada satu kelompok yang berjumlah sedikit pihak, maka risiko meningkat. Risiko berupa kemungkinan penarikan bernilai besar dalam waktu singkat. Biasa dikenal sebagai risiko DPK.
Dari ulasan di atas, distribusi DPK berdasar nominal selama beberapa tahun terakhir tampak makin terkonsentrasi. Kelompok > 1 miliar yang memiliki nilai simpanan sebesar 63,62% dari total DPK, hanya dimiliki oleh 0,18% dari total rekening. Meski tidak ada informasi resmi untuk publik, dapat diduga bahwa tiap pihak memiliki lebih dari satu rekening. Rata-ratanya diprakirakan lebih banyak dari kelompok ≤100 juta rupiah.
Umpama rerata satu pihak dari kelompok ini memiliki 6 rekening, maka nilai DPK itu hanya dimiliki oleh sekitar 100 ribu pihak. Bahkan, khusus kelompok >5 miliar yang menguasai 48,04% dari total DPK, hanya dimiliki oleh sekitar 18 ribu pihak.
Sayangnya, LPS tidak mempublikasi tentang distribusi DPK menurut kategori pemilik, seperti individu, perusahaan, lembaga, dan Pemerintah. Berdasar data 10 tahunan yang lalu, sekitar 56% rekening adalah rekening indivudu atau perorangan. Rekening pemerintah berporsi relatif kecil, dari sisi jumlah maupun nominalnya.
Data distribusi DPK ini sebenarnya dapat digunakan sebagai salah satu indikator pemerataan atau ketimpangan ekonomi. Sifatnya sebagai data distribusi kekayaan. Contoh data distribusi kekayaan yang terkenal adalah yang dihitung dan dipublikasi oleh Credit Suisse, dengan cakupan jenis kekayaan yang lebih banyak. Dikenal pula indikator berdasar distribusi nilai pengeluaran, seperti Gini Rasio, Indeks Theil, Indeks-L, dan lain-lain. Dan ada pula indikator ketimpangan berdasar data pendapatan.
Analisis atau perspektif melihat data distribusi DPK dalam hubungannya dengan ketimpangan, perlu mengingat satu hal. Yaitu, kepemilikan perusahaan dapat dipastikan cenderung beririsan dengan kelompok perorangan dengan tier simpanan bernilai besar. Sederhananya, perusahaan lebih banyak dimiliki oleh kelompok tersebut.
Dalam contoh dua kegunaan data LPK di atas, tentu diperlukan data yang lebih terinci. Publikasi rutin LPS tiap bulan sebenarnya sudah cukup layak menjadi bahan analisis. Misal dapat ditelusuri lebih jauh tentang distribusi tier nominal tadi terkait rekening rupiah dan rekening valuta asing.
Berdasar data distribusi DPK dari LPS, secara umum penulis menilai ada indikasi peningkatan ketimpangan dalam hal kekayaan antar penduduk. Perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan ekonomi.
*Awalil Rizky, Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri