Aspek yang paling luar biasa dari kampanye tersebut bukanlah jumlah yang terlibat, melainkan kesediaan rakyat Korea untuk berkorban secara pribadi guna membantu menyelamatkan ekonomi negaranya.
BARISAN.CO – Dua puluh lima tahun silam, Negeri Gingseng, Korea Selatan nyaris bangkrut. Saat itu, krisis keuangan Asia menyebar seperti virus. Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya semuanya terpengaruh. Ini menimbulkan kekhawatiran akan krisis ekonomi global jika krisis tidak dapat diatasi.
Padahal, sebelum tahun 1997, Korea Selatan sempat dianggap sebagai contoh buku teks tentang pembalikan dan ketahanan ekonomi.
Pada musim panas tahun 1997, bisnis banyak yang runtuh, pinjaman bermasalah, bank-bank ambruk, sementara yang lain menghentikan pinjaman baru. Likuiditas mengering. Investor asing menarik hampir $18 miliar ke luar negeri. Ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan.
Satu-satunya jalan Korea adalah mencari bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF), dan pada bulan Desember, pemberi pinjaman menyetujui paket bailout sebesar $58 miliar, yang terbesar dalam sejarah. Kesepakatan itu mengharuskan Korea untuk meliberalisasi perdagangan dan akun modalnya, mereformasi pasar tenaga kerja, merestrukturisasi tata kelola perusahaan, dan lain-lain.
Kemudian muncul krisis baru, yang oleh penduduk asli Korea masih disebut dengan “Krisis IMF”.
Mengutip US Funds, pemerintah di sana tidak membuang-buang waktu dalam mengumpulkan dana untuk membayar kembali pinjaman. Tanggal 5 Januari 1998, sebuah kampanye nasional diluncurkan yang saat ini merupakan salah satu pertunjukan patriotisme dan pengorbanan diri yang paling mengharukan yang pernah dikenal dunia.
Kampanye ini bahkan sekilas ditampilkan dalam salah satu episode drakor, Reborn Rich, yang diperankan oleh Song Joong Ki.
Kampanye tersebut telah melampaui harapan penyelenggara, dengan orang-orang dari semua lapisan masyarakat bersatu dalam semangat pengorbanan diri. Menurut pihak penyelenggara, sepuluh ton emas dikumpulkan dalam dua hari pertama kampanye.
Hampir 3,5 juta orang secara sukarela berpartisipasi dalam kampanye tersebut. Antrean orang tua dan muda, kaya dan miskin membentang berblok-blok di luar titik donasi khusus, semuanya menjawab panggilan untuk membantu negara mereka. Pita kuning bertuliskan “Mari kita atasi krisis mata uang asing dengan mengumpulkan emas” mudah ditemukan pada baju warga di sana.
Perusahaan-perusahaan besar Korea, dari Samsung hingga Hyundai hingga Daewoo, meminjamkan kekuatan pemasaran mereka untuk membantu menyebarkan berita, seperti yang dilakukan para selebritas. Lee Jong-beom, seorang bintang bisbol Korea Selatan, menarik perhatian nasional ketika dia membawa 31,5 ons emas, senilai lebih dari $9.000, semuanya dalam bentuk piala dan medali yang diperolehnya selama lima tahun kariernya.
Presiden terpilih saat itu Kim Daejung masuk ke sebuah bank di Seoul menyumbangkan miniatur kura-kura emas dan empat kunci keberuntungan emas.
”Ketika saya memikirkan patriotisme, mata saya hampir basah oleh air mata penghargaan. Saya berjanji bahwa pemerintahan baru saya akan melakukan yang terbaik untuk menarik negara keluar dari krisis saat ini,” kata Kim Daejung.
Rata-rata, setiap orang menyumbangkan 65 gram logam kuning, atau sedikit di atas $640 berdasarkan harga pada saat itu.
Hanya dalam kurun waktu beberapa bulan, 226 metrik ton, senilai $2,2 miliar, dikumpulkan, setiap potongan terakhirnya dilebur menjadi ingot dan segera dikirim ke IMF.
Walau jumlah itu tidak bisa langsung melunasi utang negara, namun kampanye pengumpulan emas berfungsi sebagai titik kumpul penting sejak awal upaya Korea Selatan untuk mengatasi utangnya, belum lagi fakta bahwa hal itu menunjukkan patriotisme yang mendalam dan persatuan rakyatnya. Segera, Korea Selatan pulih dari krisis dan mendapatkan kembali pertumbuhan ekonominya.