Scroll untuk baca artikel
Fokus

Adakah yang Bisa Diharapkan dari Bukit Algoritma?

Redaksi
×

Adakah yang Bisa Diharapkan dari Bukit Algoritma?

Sebarkan artikel ini

Inilah mengapa Bukit Algoritma di Sukabumi tampak lebih mirip seperti indeterminate future, masa depan yang tidak jelas juntrungnya. Padahal, daripada begitu, akan lebih bernilai jika misalnya tenaga bangsa ini dipakai untuk menyelesaikan masalah-masalah absolute present, hari ini dan sekarang.

Indonesia masih punya banyak persoalan terkait inovasi yang tidak bisa selesai dengan hanya membangun infrastruktur. Kualitas riset kita memprihatinkan. Dalam soal anggaran, semisal, pemerintah hanya mengalokasi Rp9,9 triliun untuk kepentingan riset. Itu setara 0,36 persen dari total APBN tahun 2020. Dan jauh lebih kecil dibanding anggaran riset negara lain di ASEAN.

Dukungan yang kecil itu berdampak pada tipologi riset kita. Dilihat dari data Indeks Inovasi Global 2020, Indonesia hanya berada di peringkat 85 dari 131 negara. Dalam lingkup ASEAN, Asia Timur, plus Oseania, data itu menempatkan Indonesia di urutan 14 dari 17 negara.

Tapi bukan hanya anggaran kita yang lemah: kebutuhan kita juga lemah. Dalam satu pernyataan yang pernah dikeluarkan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Bambang Brodjonegoro, dikatakan bahwa riset Indonesia belum memiliki backward linkage dengan industri dan pihak swasta.

Dengan kata lain, belum ada proporsi sektor swasta atau bisnis yang ideal dalam upaya meningkatkan riset dan pengembangan. Sebesar 80 persen biaya riset (yang kecil tadi) masih disusui APBN. Sisanya dibiayai swasta. “Ini yang membuat riset tidak akan maju. Karena riset tidak didorong oleh suatu kebutuhan yang riil,” kata Bambang Brodjonegoro.

Jadi, pada akhirnya, sulit untuk mengharapkan apa-apa pada Bukit Algoritma. []


Penulis: Ananta Damarjati