Evaluasi dengar pendapat pada siaran televisi nasional, diantaranya stasiun RCTI, Indosiar, dan SCTV
BARISAN.CO – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta menggandeng Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina kegaitan Evaluasi Dengar Pendapat Siaran Televisi Nasional.
Acara berlangsung pada 20 Oktober 2022, bertujuan untuk mendapatkan masukan dari para akademisi terkait rekomendasi dalam upaya perpanjangan dan permohonan izin penyelenggaraan televisi dan radio di Jakarta.
Hadir beberapa dosen dan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina serta perwakilan dari KPID Provinsi DKI Jakarta, Bambang Pamungkas, M.Ikom, selaku anggota komisioner.
Evaluasi dengar pendapat pada siaran televisi nasional, diantaranya stasiun RCTI, Indosiar, dan SCTV.
Dr. Rini Sudarmanti, dan Tri Wahyuti, M.Si dalam presentasinya menjelaskan temuannya pada tayangan berita Indosiar, dimana masih adanya penggambaran kejahatan seksual yang dapat membuat penonton membayangkan atau bahkan seperti menyaksikan proses terjadinya peristiwa kejahatan seksual itu.
Selain itu, meskipun sebagian besar isi pemberitaan telah menerapkan prinsip jurnalistik, namun Indosiar masih menerapkan asas praduga tak bersalah yang terkesan setengah-setengah.
Hal ini karena wajah para pelaku tidak di blur atau diminta membelakangi kamera, adanya penyebutan nama dan penampakan foto orang atau pelaku pelanggaran hukum yang masih berstatus “terduga”.
Sedangkan pada program non berita, Rini dan Tri menyoroti adanya tayangan yang berdurasi sangat panjang hingga empat jam yang disiarkan secara live, seperti D’Academy yang selesai pada pukul 23.07 Wib.
Jika melihat rentang usia peserta berada pada usia 14 sampai 25 tahun, artinya program ini tidak menutup kemungkinan melibatkan usia di bawah umur yang ikut hingga larut malam (melewati pukul 21.00).
Selain itu, Program Drama Indosiar juga masih memperlihatkan tindakan pelecehan pada situasi ekonomi dan perbedaan usia yang tampak biasa tetapi menjadi bumbu konflik cerita yang disajikan dalam tayangan.
Persoalan kekerasan verbal
Rini dan Tri juga mengungkapkan masih adanya penggambaran perempuan yang berpakaian tertutup tetapi mengimajinasikan lekuk tubuh seperti paha, dada, dan bokong perempuan yang merupakan bentuk eksploitasi tubuh perempuan.
Meskipun penggambaran kekerasan tidak digambarkan detail dalam drama, namun lebih banyak tergantikan dalam bentuk kekerasan verbal, intonasi suara, dan mimik wajah.
Perilaku kekerasan yang demikian ini perlu juga diwaspadai kemunculannya karena juga berpotensi menjadi suatu pembenaran sebagai sesuatu yang biasa terjadi di kalangan masyarakat pada umumnya
Sedangkan pada evaluasi siaran televisi stasiun RCTI, yang disampaikan oleh Faris Budiman Annas, M.Si dan Mila Falma Masful, M.Si ditemukan program infotaiment RCTI cenderung dinilai tidak baik untuk dikonsumsi khalayak karena acara ini melanggar etika, terutama pada kasus-kasus rumah tangga selebriti yang menyangkut isu kekerasan.
Diharapkan, program info seputar selebriti tidak hanya mengangkat kisruh rumah tangga tapi juga ada muatan edukasi, misalnya menghadirkan pakar yang berpendapat tentang menjaga keharmonisan rumah tangga, dan edukasi kepada penonton terkait kekerasan dalam rumah tangga.
Namun Faris dan Mila menilai, tontonan seperti Sinetron Si Doel Anak Sekolahan merupakan program yang sarat akan budaya yang dapat tetap dilestarikan dengan menghadirkan sinetron-sinetron dengan tema dan muatan budaya serupa. [Luk]