Ketika Bank Dunia menyebut 172 juta warga Indonesia miskin, publik terbelah antara percaya data global atau nasional.
BARISAN.CO — Perbedaan cara penghitungan angka kemiskinan antara Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) kembali menjadi sorotan. Dalam laporan terbarunya bertajuk Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia menyebut bahwa 60,3% atau sekitar 172 juta penduduk Indonesia tergolong miskin.
Angka ini berbeda jauh dari data BPS yang mencatat jumlah penduduk miskin sebesar 24,06 juta orang atau 8,57% per September 2024.
Menurut ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, perbedaan tersebut berasal dari standar dan metodologi yang digunakan masing-masing lembaga.
Bank Dunia mengklasifikasikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas (upper middle-income country) sejak 2023, sehingga garis kemiskinan yang digunakan adalah sebesar USD 6,85 PPP (Purchasing Power Parity) per hari, atau setara dengan Rp97.393 berdasarkan konversi PPP 2017.
“Ukuran kemiskinan Bank Dunia memakai konsep PPP, yang bukan kurs pasar biasa, melainkan menyetarakan harga barang di berbagai negara. Ini menyebabkan angka kemiskinan menjadi sangat tinggi bila memakai standar negara berpendapatan menengah atas,” jelas Awalil dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025) di Channel Youtubenya.
Ia menambahkan, PPP adalah alat perbandingan daya beli riil masyarakat antarnegara, sehingga cocok untuk analisis global dan perbandingan antarnegara.
Sementara BPS menggunakan pendekatan pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan dan non-makanan dalam konteks domestik, sehingga tidak bisa disamakan langsung dengan metode Bank Dunia.
“Bukan soal siapa yang salah atau benar. Ini soal fungsi data. BPS cocok untuk melihat tren domestik, sementara Bank Dunia penting untuk melihat posisi kita di tingkat global,” tegas Awalil.
Dalam laporan Bank Dunia, proyeksi angka kemiskinan Indonesia memang diperkirakan akan turun perlahan menjadi 58,7% pada 2025, 57,2% pada 2026, dan 55,5% pada 2027, meskipun pertumbuhan ekonomi disebut melambat.
Dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya, persentase kemiskinan versi Bank Dunia menempatkan Indonesia lebih buruk dibanding Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia, namun masih lebih baik dari Laos.
Sementara itu, BPS terakhir merilis data pada Januari 2025 untuk kondisi September 2024. Jumlah penduduk miskin kala itu adalah 24,06 juta jiwa, turun dari 25,90 juta pada Maret 2024.
Kepala BPS kala itu menyatakan penurunan terjadi karena peningkatan rata-rata pengeluaran per kapita dan stabilnya harga kebutuhan pokok.
Awalil mengingatkan agar publik tidak terjebak dalam polemik angka yang tidak sebanding.