Scroll untuk baca artikel
Opini

BUMN ‘Boikot’ Formula E, Siapa yang Rugi?

Redaksi
×

BUMN ‘Boikot’ Formula E, Siapa yang Rugi?

Sebarkan artikel ini

AJANG balap mobil listrik Formula E memang tidak setenar Formula 1 atau MotoGP yang sudah kesohor paling dulu dan telah melahirkan legenda pada zamannya masing-masing.

Namun, bila melihat para sponsor global yang setia menemaninya, perhelatan balap ini tidak kalah prestisius dengan Formula 1 atau MotoGP.

Perusahaan global sangat paham dalam Formula E buka semata ‘membuang’ duit tetapi di sana ada kehendak mulia mengkampanyekan energi masa depan yang ramah lingkungan demi menyelamatkan planet bumi.

Karena itu adalah sebuah keputusan yang bodoh dan tidak visioner bila Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak berpartisipasi atau mensponsori ajang Formula E di kawasan Ancol, Jakarta Utara, 4 Juni 2022. Terlepas nihilnya keterlibatan BUMN itu apakah lantaran perintah Menteri BUMN atau elite negeri ini yang levelnya lebih tinggi lagi.

Saya katakan ini adalah benar-benar sebuah kebodohan dan kepicikan. Karena kalau memang benar dari sejumlah analis yang menyebut menteri BUMN ‘cemburu’ atau kelompok lainnya iri karena bila Formula E sukses — Anies akan mendapat glorifikasi dan keuntungan popularitas serta elektabilitas — ini sungguh keterlaluan. Pemilu masih jauh Mas Bro!

Ini artinya elite negeri secara tingkat emosional masih di bawah kelompok bermain anak (playgroup). Belum bisa membedakan mana kepentingan nasional dan kepentingan pribadi. Secara emosional, elite negeri ini masih labil atau malah mungkin kehilangan jati diri.

Untuk apa seorang Menteri Luhut Binsar Panjaitan sampai harus menemui Mas Elon Musk sambil membawa oleh-oleh Kopiko dan kemudian disusul Presiden Jokowi yang juga menyatroni Kang Elon Musk di pabriknya demi orang terkaya di dunia tersebut menanam investasi mobil listrik di Indonesia.

Kenapa justru Indonesia yang berharap Uda Elon Musk untuk mengoptimalkan surga nikel di Indonesia tapi justru bangun pabrik Tesla di Thailand yang penduduknya seuprit. Sementara penduduk Indonesia yang 270 juta malah dipandang sebelah mata? Apa yang salah dengan pemerintahan ini?

Dari ajang Formula E tersingkap sedikit. Pemerintah tidak serius membangun ekosistem mobil listrik. Mendanai kampanye saja tak mau bagaimana Indonesia bersungguh-sungguh untuk menghadirkan infrastruktur dan suprastruktur investasi mobil listrik.

Padahal, bila BUMN Indonesia ingin naik kelas dan menjadi perhatian dunia, ajang Formula E adalah salah satu tempat memposisikan perusahaan pelat merah ini selevel perusahaan global. Perusahaan yang bertransformasi dan berorientasi pada energi masa depan, energi ramah lingkungan, pariwisata berkelanjutan, menekan perubahan iklim dan menyongsong green economy.

Kenapa misalnya BUMN termasuk di dalamnya Pertamina bisa menggelontorkan dana 3,8 triliun rupiah untuk ajang MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, sementara untuk ajang Formula E tidak bisa. Alasannya BUMN rugi? Perusahaan BUMN sejak sebelum ajang MotoGP juga banyak yang rugi. Ini bukan alasan yang logis.

Ini kontras dengan pernyataan Menteri Erick Thohir ketika Pertamina menjadi sponsor utama dalam MotoGP. Alasannya agar perusahaan migas ini menjadi korporasi global. Alias bukan perusahaan jago kandang!

Erick berharap Pertamina menjadi perusahaan global dengan target mencapai valuasi 100 miliar dolar AS.

“Kerja sama Pertamina dan MotoGP ini sangat baik dan menjadi langkah awal dari merek Pertamina ini bisa mendunia,” kata Erick dalam peresmian Pertamina Grand Prix of Indonesia, Rabu (9/2/2022).

Kalau tujuannya menglobal dan diperhatikan puluhan atau ratusan juta orang serta disiarkan langsung ke 170 negara kenapa Pertamina atau BUMN lainnya tak mensponsori Formula E? Jangan dijawab! Ini hanya pertanyaan retoris. Karena kalau dijawab akan semakin tampak kebodohannya untuk tidak mengatakan dungu.