BARISAN.CO – Politisi PDI Perjuangan Gembong Warsono belum lama ini menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sama sekali tidak melakukan normalisasi kali dan sungai selama menjabat.
Gembong membandingkan Anies dengan mantan gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahja Purnama, yang telah melakukan normalisasi lebih dari 50 persen target secara keseluruhan atau sepanjang 16 kilometer dari 33,69 kilometer.
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta itu menilai program naturalisasi yang dikerjakan Anies tidak cukup untuk mencegah banjir.
Menanggapi hal itu, Koordinator Ciliwung Institute, Sudirman Asun menganggap pernyataan Gembong sarat muatan politik. Sebab, pernyataan itu berasal dari politikus tanpa landasan keilmuan.
Bukan kali ini saja muatan politik disematkan dalam kritik terhadap Anies. Asun mengatakan, politisasi juga terjadi saat orang-orang partai mengkritik sumur resapan. Padahal menurutnya program itu sudah bagus karena dapat mencegah penurunan tanah di Jakarta.
Menurut Asun, semestinya normalisasi sungai dilihat sebagai bagian dari program struktural Pemerintah Pusat. Itu lantaran Kali Ciliwung adalah kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR).
“Ciliwung itu melintasi antarprovinsi, kewenangannya berada di pusat. Jadi bukan Anies yang diudak-udak. Kewenangan daerah itu pembebasan lahan,” kata Asun kepada Barisanco.
Normalisasi VS Naturalisasi
Asun menilai normalisasi bukan konsep yang benar. Ciliwung Institute bahkan menilai normalisasi sebagai solusi palsu yang malah akan memperparah banjir dan mengancam ketahanan masa depan Kota Jakarta.
Sebaliknya, Asun mengatakan langkah Anies dengan program naturalisasi itu sudah benar.
Dia mendukung program Anies sebab dapat mengembalikan fungsi alamiah sungai sebagai tempat beraktivitas, menghidupkan kembali pangkalan tradisional, dan menjaga pemanfaatan sungai untuk pertanian, berkebun, pemancingan, dan lain sebagainya.