Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Defisit APBN yang Tampak Buruk

Redaksi
×

Defisit APBN yang Tampak Buruk

Sebarkan artikel ini

Artinya, PEN baru terealisasi sebesar 69,6% dari pagunya yang sebesar Rp695,2 triliun. Padahal, dominasi narasi dan sosialisasi adalah besaran yang Rp695,2 triliun tersebut. Perhatikan pula, bahwa yang disajikan adalah realisasi hingga 14 Desember, sementara realisasi besaran lainnya dalam konferensi Pers APBN Kita tersebut adalah posisi akhir November.

Pemerintah memang mengatakan akan terus memastikan agar program PEN tetap relevan dan dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat sesuai kondisi ekonomi terkini. Dijanjikan akan segera mencapai lebih dari 90%. Janji yang cukup berat untuk dipenuhi, dalam 2 minggu tersisa, menambah capaian lebih dari 20% dari pagu, atau serapan menjadi sekitar Rp625 triliun.

Jika demikian, maka serapan PEN justeru lebih rendah dari kebanyakan belanja untuk hal lain, yang secara umum akan mencapai 99%.

Namun, hal ini memberi kontribusi pencegahan defisit menjadi lebih lebar. Ini salah satu yang dimaksud penulis dalam judul sebagai defisit yang buruk.  

Sementara itu, pembiayaan utang yang pada akhir November telah mencapai Rp1.065,11 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp1.044,26 triliun dan Pinjaman (neto) sebesar Rp20,85 triliun.

Berdasar informasi lain dari Kementerian Keuangan, penerbitan SBN selama bulan Desember, hingga tanggal 14 Desember 2020 telah bertambah Rp137,69 triliun. Tampaknya, rencana penerbitan SBN neto tahun 2020 sebesar Rp1.173,74 triliun akan dipenuhi.

Dari uraian di atas, dan tulisan lain sebelumnya, penulis cukup khawatir atas kinerja umum APBN 2020 yang semacam ini. Masih bisa setuju dengan klaim Pemerintah bahwa keberlanjutan fiskal di tahun 2020 akan tetap terjaga, karena tinggal sebulan. Namun kinerjanya akan meningkatkan risiko fiskal tahun 2021.

Dan jika PEN tidak berjalan lancar dan kondisi berkembang tak sesuai harapan, maka keberlanjutan fiskal pada tahun-tahun berikutnya menjadi sangat terancam.

Kondisi fiskal tidak boleh menjadi makin sakit, karena akan langsung mengancam kondisi perekonomian secara keseluruhan. Semoga pihak otoritas ekonomi dapat memproyeksi kondisi secara lebih baik, serta bersegera melakukan langkah antisipatif.

Awalil Rizky, Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri