Siaran pers Kementerian Keuangan secara eksplisit menyimpulkan bahwa kinerja APBN hingga bulan November masih on track. Dikatakan bahwa belanja negara menjadi motor utama pertumbuhan yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendukung momentum perbaikan ekonomi.
Padahal, meski secara keseluruhan serapan belanja telah mencapai 84,2% hingga akhir November, dan diprakirakan di kisaran 99% sampai akhir tahun, ada aspek belanja yang butuh perhatian serius. Salah satunya, laporan realisasi belanja terkait Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sejatinya masih jauh untuk disebut optimal.
Pemerintah masih mengklaim bahwa realisasi PEN mencatat tren penyerapan positif sejak Semester I 2020, dan pada akhir kuartal IV ini menunjukkan akselerasi pencairan pada semua kluster. Namun, angka yang disajikan berupa realisasi yang sebesar Rp483,62 triliun hingga 14 Desember 2020.
Artinya, PEN baru terealisasi sebesar 69,6% dari pagunya yang sebesar Rp695,2 triliun. Padahal, dominasi narasi dan sosialisasi adalah besaran yang Rp695,2 triliun tersebut. Perhatikan pula, bahwa yang disajikan adalah realisasi hingga 14 Desember, sementara realisasi besaran lainnya dalam konferensi Pers APBN Kita tersebut adalah posisi akhir November.
Pemerintah memang mengatakan akan terus memastikan agar program PEN tetap relevan dan dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat sesuai kondisi ekonomi terkini. Dijanjikan akan segera mencapai lebih dari 90%. Janji yang cukup berat untuk dipenuhi, dalam 2 minggu tersisa, menambah capaian lebih dari 20% dari pagu, atau serapan menjadi sekitar Rp625 triliun.
Jika demikian, maka serapan PEN justeru lebih rendah dari kebanyakan belanja untuk hal lain, yang secara umum akan mencapai 99%.
Namun, hal ini memberi kontribusi pencegahan defisit menjadi lebih lebar. Ini salah satu yang dimaksud penulis dalam judul sebagai defisit yang buruk.
Sementara itu, pembiayaan utang yang pada akhir November telah mencapai Rp1.065,11 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp1.044,26 triliun dan Pinjaman (neto) sebesar Rp20,85 triliun.
Berdasar informasi lain dari Kementerian Keuangan, penerbitan SBN selama bulan Desember, hingga tanggal 14 Desember 2020 telah bertambah Rp137,69 triliun. Tampaknya, rencana penerbitan SBN neto tahun 2020 sebesar Rp1.173,74 triliun akan dipenuhi.
Dari uraian di atas, dan tulisan lain sebelumnya, penulis cukup khawatir atas kinerja umum APBN 2020 yang semacam ini. Masih bisa setuju dengan klaim Pemerintah bahwa keberlanjutan fiskal di tahun 2020 akan tetap terjaga, karena tinggal sebulan. Namun kinerjanya akan meningkatkan risiko fiskal tahun 2021.




