Scroll untuk baca artikel
Fokus

Habis-habisan Sektor Pendidikan

Redaksi
×

Habis-habisan Sektor Pendidikan

Sebarkan artikel ini

BARISAN.COSetahun adalah rentang yang cukup untuk membuat orang beringsang melihat dunia pendidikan tak kunjung beres. Perubahan sistem dari tatap muka ke daring yang serba bermasalah itu, masih terus menggantungkan pertanyaan: jika pembelajaran demikian tidak efektif, bukankah mustahil tercapai hasil belajar berkualitas?

Asumsi di balik pertanyaan tersebut memang pelik, tapi sangat beralasan. Lebih dari itu, banyak pihak bahkan sudah khawatir, dengan mulai dibicarakannya tentang satu ‘generasi yang hilang’.

Faktanya, anak-anak generasi didikan hari ini telah mengalami penurunan kemampuan belajar. Seberapa besar degradasi itu dapat disimak melalui satu publikasi Bank Dunia: “Simulating the Potential Impacts of Covid-19 School Closures on Schooling and Learning Outcomes: A Set of Global Estimates”.

Publikasi tersebut memakai PISA sebagai acuan. PISA (Programme for International Student Assesment) adalah penilaian internasional untuk mengetahui, memonitor, dan membandingkan hasil pendidikan dalam soal literasi membaca, literasi matematika, dan literasi sains siswa di masing-masing negara.

Dalam skala optimistis, rata-rata siswa diprediksi kehilangan 7 poin PISA akibat peralihan sekolah tatap muka ke daring. Di skala menengah, siswa kehilangan 16 poin. Sementara skala pesimistis, siswa akan kehilangan 27 poin. Meski berbeda bobot poin, ketiganya sama-sama mencatatkan kehilangan.

Menjadi teramat penting pemerintah hadir di sini. Saat nyaris tidak ada lagi unsur pendidikan yang berkutik di hadapan pandemi, peran negara sekurang-kurangnya diharapkan mampu membuat situasi tidak bertambah buruk. Namun di sinilah masalahnya.

Tahun 2020, anggaran pendidikan yang dikelola kemendikbud hanya terealisasi 91,61%, jauh di bawah rata-rata kementerian/lembaga yaitu 94,60%. Padahal, banyak orang berharap kemendikbud dapat maksimal selama pandemi. Tapi ternyata kinerjanya tahun 2020 itu, bahkan lebih kecil dari tahun 2019 yang mencatatkan realisasi 97,60%.

Tentu 2021 diharapkan terjadi tahun perbaikan. Meskipun anggaran Kemendikbud 2021 (Rp81,5 triliun) lebih kecil dari 2020 (Rp86,2 triliun), banyak yang menginginkan Menteri Nadiem Makarim dapat menyentuh isu-isu fundamental pendidikan, terutama meningkatkan kemampuan high order thinking skills para siswa di tengah iklim pembelajaran yang berubah.

Hari ini di tengah keterbatasan sarana dan prasarana, masih ditemukan pelajaran sarat beban yang prosesnya menjemukan, guru yang tidak kompeten dan tidak profesional, sumber daya penunjang yang tidak memadai, sistem penilaian pendidikan yang tidak efektif, dan sebagainya. Dan kombinasi dari hal-hal tersebut menyumbang penurunan kemampuan belajar siswa.

Masih banyak hal akan terjadi. Kemungkinan bahwa 2021 lebih buruk dari tahun lalu juga masih merupakan potensi terbuka. Dalam hal ini, negara perlu semakin sensitif dengan keadaan yang ada di lapangan, dengan pemetaan yang baik, dengan perencanaan yang strategis, dan visi universal yang gamblang terkait masa depan generasi berikutnya. []


Penulis: Ananta Damarjati